LAPORAN HASIL OBSERVASI MUSEUM SASANA WIRATAMA YOGYAKARTA
Makalah
Disusun oleh:
Sugiono Benny Sihombing (09407141026)
Aliyusfendi (09407141027)
Sugiarto (09407141017)
Tri Yuli S (09407141007)
Tuti Rahayu (09407141008)
PRODI ILMU SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data, angka kunjungan ke museum belum begitu menggembirakan, Hanya 2% penduduk kota-kota besar di Indonesia tertarik berkunjung ke museum di kota mereka. Karena itu dalam Tahun Kunjungan Museum 2010 ini, perlu dibuat berbagai terobosan.
Museum harus tampil beda, muncul dengan new brand. Kesan museum di masyarakat umumnya selama ini, tidak atraktif, tidak aspiratif, tidak menghibur, dan pengelolaannya seadanya. Keberadaan museum belum mampu menunjukkan nilai-nilai koleksi yang tersimpan kepada publik. Sumber daya manusia di museum pun masih perlu ditingkatkan kemampuannya. Kondisi ini diperparah pula penyelenggara pariwisata yang kurang berpihak pada museum, karena museum dinilai belum bisa dijadikan destinasi yang potensial. Pengelola museum harus mulai berupaya menjadikan museum sebagai rumah memelihara pikiran-pikiran yang tetap hidup daripada sekadar kuburan barang rongsokan. Hanya dengan demikian, museum dapat menjadi tempat belajar dan pencerahan bagi manusia, sekaligus tempat yang menyenangkan. Museum juga harus dijadikan pusat industri budaya, tempat kontemplasi yang inspirasional pemicu munculnya karya kreatif. Museum menjadi bagian industri kreatif. Perlu muncul new brand, sebuah inisiatif yang bertujuan pada peningkatan awareness masyarakat terhadap museum. Kemas potensi museum secara menarik, atraktif, dan kekinian. Mengingat pengalaman sejarah maupun artefak yang tersimpan di museum dapat dipelajari beragam hal, untuk diambil nilai-nilainya yang positif bagi kehidupan masa kini, maka harus diposisikan museum juga sebagai inspirator dan motivator bagi masyarakat untuk mengambil hal-hal yang bernilai dari masa lalu yang dimanfaatkan pada masa kini.
PEMBAHASAN
Sejarah Museum Sasana Wiratama
Museum ini terletak di daerah Tegal Rejo. Museum ini sebelumnya merupakan tempat kediaman Pangeran Diponegoro dan lokasi tempat museum ini berada juga merupakan milik Kraton Kasultanan Yogyakarta. Benda-benda yang terdapat di museum ini merupakan sebagian hibah dari masyarakat sekitar. Dana untuk pembenahan museum ini berasal dari Museum Pusat Jakarta / BARAHMUS (Badan Musyawarah Museum). Petugas di museum ini mayoritas ABRI. Didalam museum ini menceritakan tentang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan para penjajah. Terdapat juga anak panah pelengkap perang milik Pangeran Diponegoro didalam museum ini (berbagai macam anak panah yang digunakan Pangeran Diponegoro untuk mengusir penjajah), sedangkan Tentara Belanda menggunakan senapan lantak.
Struktur Organisasi
Museum : SASANA WIRATAMA
Pimpinan : Sersan I Sudiono
Wakil : Tajib
Tata Usaha : Slamet
Konservator : Slamet
Preservator : Slamet
Kurator : Purwowaluyo
Penjelasan tentang museum
Pangeran Diponegoro Lahir di Kraton Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, bernama kecil Bandoro Raden Mas Ontowiryo dan setelah dewasa bergelar Kanjeng Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Raden Ayu Mangkorowati (putri Bupati Pacitan) selir dari Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB III). Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan kesetaraan dengan rakyat, sehingga Beliau lebih memilih tinggal di Desa Tegalrejo.
Terletak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Jogja, tanah seluas 2,5 hektar yang awalnya dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, diserahkan oleh ahli waris Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Kanjangteng Diponegoro, untuk dijadikan Monumen setelah menandatangani surat penyerahan bersama Nyi Hadjar Dewantara dan Kanjeng Raden Tumenggung Purejodiningrat. Di atas tanah yang kini menjadi milik Kraton Yogyakarta itu mulai pertengahan tahun 1968 hingga 19 agustus 1969 dibangun sebuah monumen pada bangunan pringgitan yang menyatu dengan pendopo tepat di tengah komplek yang diprakarsai oleh Mayjen Surono yang saat itu menjabat Panglima Kodam (PANGDAM) serta diresmikan oleh Presiden Suharto. Tempat ini kemudian dinamakan Sasana Wiratama yang artinya tempat prajurit.
Monumen Pangeran Diponegoro merupakan pahatan relief pada dinding pringgitan dengan panjang 20 meter dan tinggi 4 meter, menceritakan keadaan Desa Tegalrejo yang damai dan tentram, perang Pangeran Diponegoro melawan Pemerintahan Belanda hingga tertangkap di Magelang. Monumen ini dipahat oleh seniman patung Drs. Saptoto dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dibantu Sutopo, Sokodiharjo, dan Askabul. Di kedua sisi monumen terdapat terdapat lukisan diri Pangeran di sebelah barat dan lukisan Pangeran sedang menunggang kuda hitam siap untuk berperang di sebelah timur. Melewati gerbang utama, berputar ke arah barat, pendopo dikelilingi oleh museum, tembok jebol, mess dan perpustakaan. Bangunan tambahan selain pendopo termasuk gerbang dibuat pada tahun 1970 hingga 1973 dipimpin Alm. Mayjen Widodo. Sedangkan tembok jebol merupakan peninggalan Pangeran Diponegoro beserta sebuah Padasan (tempat berwudlu Pangeran) yang terletak di depan pendopo serta Batu Comboran (tempat makan dan minum kuda-kuda Pangeran) di bagian tenggara pendopo. Di depan bangunan yang terletak di jalan H.O.S Cokroaminoto di Desa Tegalrejo, terdapat patung Letjen Urip Soemohardjo yang bertuliskan "Orde. Contre-Ordre. Desordre!" pada sisi timur serta Panglima Besar Jenderal Sudirman bertuliskan "Jangan Lengah" di sisi barat. Patung ini hanya perlambang sebagai suatu tempat untuk mengenang perjuangan Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Setelah melewati gerbang terdapat sebuah dinding setinggi dua setengah meter lebih berbentuk seperti kubah mesjid di bagian atas bergambar sesosok raksasa melawan seekor naga. "Gambar tersebut bermakna Butho Mekso Basuki ning Bawono yang merupakan Suryo Sengkolo Memet, sengkalan yang memakai gambar" tutur Pak Budiman pada YogYES. Setiap Sengkalan yang telah diketahui artinya dibaca secara terbalik. Sengkalan yang berarti 5281 ini mempunyai makna 1825 sebagai tanda pecahnya perang Pangeran Diponegoro.
Koleksi Museum Diponegoro berjumlah 100 buah, yang terdiri dari berbagai senjata asli laskar Diponegoro mulai dari senjata perang, koin, batu akik hingga alat rumah tangga. Berbagai senjata seperti tombak, keris, pedang, panah, "bandil" (semacam martil yang terbuat dari besi), "patrem" (senjata prajurit perempuan), hingga "candrasa" (senjata tajam yang bentuknya mirip tusuk konde) yang biasa digunakan "telik sandi" (mata-mata) perempuan. Sedangkan sejumlah alat rumah tangga buatan tahun 1700-an yang terbuat dari kuningan terdiri dari tempat sirih dan "kecohan"-nya (tempat mebuang ludah), tempat "canting" (alat untuk membatik), teko "bingsing", bokor hingga berbagai bentuk "kacip" (alat membelah pinang untuk makan sirih). Di museum ini juga tersimpan dua senjata keramat, yaitu sebuah keris dengan lekukan 21 bernama Kyai Omyang, buatan seoranag empu yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit dan pedang yang berasal dari Kerajaan Demak. Kedua senjata tersebut dipercaya dapat menolak bala. Selain itu juga terdapat sebuah patung Ganesha berukuran kecil, tali Kuda untuk menarik kereta kuda pemberian HB VIII, sepasang patung Loro Blonyo serta sepasang lampu hias. Di dalam pendopo bisa dilihat seperangkat alat gamelan milik HB II buatan tahun 1752 berupa ketipung (gendang kecil) dan wilahan boning penembung yang terbuat dari kayu dan perunggu berwarna merah dan kuning. Seluruh "wilahan" atau besinya masih asli, hanya kayu gamelan saja yang sudah diganti karena lapuk termakan usia. Juga terdapat sepasang meriam di depan serta satu meriam di sebelahtimur pendopo. Selain tembok jebol, Padasan dan Batu Comboran, peninggalan pangeran lainnya terdapat di Magelang (Kitab Al Qur'an, Cangkir dan Teko, Jubah Pangeran serta Empat Kursi Satu Meja), di Museum Satria Mandala Jakarta (Pelana Kuda dan Tombak) serta sebuah keris milik Pangeran yang belum dikembalikan dan masih disimpan di Belanda.
PENUTUP
Kesimpulan
Museum dalam masyarakat masa kini adalah fenomena yang kompleks, yaitu museum sebagai medium yang multifungsional. Museum masa kini identik dengan sebuah perusahaan yang dilengkapi sarana dan prasarana. Ruangan koleksi dalam museum perlu dikelola seteliti mungkin dengan perlengkapan teknologi mutakhir di bidang preservasi. Museum masa kini dilengkapi laboratorium konservasi dengan metode penyajian yang masa kini pula. Museum masa kini harus memperhatikan berbagai metode komunikasi dan pengumpulan data serta penyaluran informasi yang maksimal. Di sini orang di museum harus bicara tentang multifungsi museum dengan metode visualisasi dan interpretasi yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Seperti yang dikatakan oleh ahli museum Amerika Serikat, Paereker, yang menyatakan tugas utama museum untuk menafsirkan manusia, alam, dan hasil karyanya. Hal ini berarti museum berperan dalam membentuk cermin positif kebudayaan dan peradaban manusia. Kegiatan dalam museum masa kini memerlukan kegiatan riset yang merupakan suatu mata rantai yang tidak putus sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada masyarakat. Museum masa kini tidak ada lagi yang merasa dirinya dapat berdiri sendri, tetapi semua museum di seluruh dunia sudah masuk suatu sistem jaringan hubungan kerja sebagai bidang kegiatan edukasi cultural.
`welcome to nemo's blog........
......TUGAS PENELITIAN MUSEUM......
Diposting oleh
.mo...mo....nemooooo.......
di
05.47
Jumat, 21 Mei 2010
MUSEUM MANDALA (angkatan udara)
Diposting oleh
.mo...mo....nemooooo.......
di
00.50
Minggu, 09 Mei 2010
LAPORAN HASIL OBSERVASI MUSEUM PUSAT TNI AU DIRGANTARA MANDALA YOGYAKARTA
Makalah
Disusun oleh:
Wildan Sulthoni
Puji Widodo
Aris Dwi Rahdiyanto
Sri Widiyanti
PRODI ILMU SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Demi tercapainya kualitas pembelajaran yang baik, tidak hanya bisa dilakukan melalui proses belajar mengajar di dalam kelas saja.Mahasiswa justru akan merasa jenuh dan penasaran, terutama terkait dengan materi yang dijelaskan oleh dosen tersebut. Untuk itu semua kegiatan observasi, yaitu pengenalan dan penelitian secara langsung pada objek-objek yang berhubungan dengan materi yang disampaikan tersebut, menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.
Dengan observasi, maka mahasiswa tidak hanya mengetahui, akan tetapi siswa juga dapat mengenal dan memahami objek secara langsung. Karya wisata merupakan salah satu kegiatan observasi yang efektif sebagai penunjang proses belajar mengajar di kampus.
Di Indonesia terdapat banyak tersebar Museum-Museum tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, Museum Dirgantara Mandala adalah salah satunya. Berbeda dengan Museum-Museum perjuangan yang lain, di Museum ini dipamerkan berbagai jenis pesawat terbang yang pernah dimiliki Banga Indonesia, khususnya TNI AU. Selain itu di Museum yang berlokasi di Yogyakarta ini, terdapat pula diaroma-diaroma perjuangan Bangsa Indonesia, khususnya TNI AU dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
PEMBAHASAN
Sejarah Berdirinya Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Yang menjadi latar belakang didirikannya Museum AURI, yaitu:
1. Semua kegiatan dan peristiwa bersejarah dalam pertumbuhan dan perkembangan TNI AU serta semua pengorbanan para pejuang dan pahlawan udara dalam membina dan merintis AURI, serta mempertahankan dan menegakan kemerdekaan NKRI perlu dilestarikan.
2. Dalam rangka pewarisan nilai-nilai 45 yakni bahwa pengabdian dan pendokumentasian tersebut perlu untuk direalisasikan dalam bentuk visualisasi bukti sejarah agar dapat diketahui, diterima, dihayati dan diamalkan oleh generasi muda.
Hasrat untuk mengabadikan dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan maupun peristiwa-peristiwa bersejarah di lingkungan AURI itulah yang menjadi dasar didirikannya Museum AURI, yang kemudian dituangkan dalam Keputusan Menteri/Panglima AU No. 491 tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumentasi Sejarah dan Museum AURI. Meskipun demikian realisasinya tidak secepat yang diharapkan. Museum AURI baru bisa diwujudkan tanggal 21 April 1967. Semula masih bersifat embrio, dan organisasinya masih dibawah pembinaan Asisten Direktorat Humas AURI. Kegiatan Museumpun masih terbatas, karena kurangnya tenaga profesional maupun biaya. Namun sejak dikeluarkannya Instruksi Menteri / Panglima AURI No. 2 tahun 1967 Tentang Peningkatan Peningkatan Bidang Sejarah dan Museum AURI, maka mulailah ada titik terang.
Berkat perhatian dari pimpinan AURIV (Pangkowilu) maka pada tanggal4 April 1969 diresmikanlah Museum Pusat TNI AU Roesmin Nuryadin di Jakarta. Sementara itu, di Lembaga Pendidikan AKABRI Bagian Udara Yogyakarta sudah memiliki Museum pendidikan / karbol, sehingga mulailah adanya pemikiran yang mengarah pada pengembangan danupaya mengintegrasikan kedua Museum tersebut. Disamping itu timbul pemikiran untuk menentukan lokasi Museum, bilamana keduanya berhasil disatukan, yang kemudian mengarah ke Yogyakarta.
Adapun dasar pertimbangannya, adalah sebagai berikut:
a. Pada peristiwa 1945 – 1949 Yogyakarta memegangg peranan penting sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI AU.
b. Yogyakarta adalah tempat penggodokan Taruna-taruna AU calon Perwira TNI AU.
c. Semangat minat dirgantara, nilai-nilai 45 dan tradisi juang TNI AU mengacu pada semangat Maguwo.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka KASAU mengeluarkan Surat Keputusan No. Kep/II’IV/1978 tanggal 17 April 1978 menetapkan bahwa Museum Pusat AURI yang semula berkedudukan di Jakarta, dipindahkan ke Yogyakarta, diintegrasikan dengan Museum Pendidikan menjadi Museum Pusat TNI AU dengan memanfaatkan gedung Link Trainer di kawasan Ksatrian AKABRI bagian utara. Operasi Boyong pemindahan benda-benda koleksi Museum AURI di Jakarta ke Yogyakarta telah dimulai sejak November 1977. Langkah penyempurnaan pemindahan lebih lanjut berdasarkan Keputusan KASAU No. Skep./04/IV/1978 tanggal 17 April 1978 dilengkapi dengan pemberian nama Museum tersebut dengan nama “Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala”. Pembukaan dan peresmian Museum ini bersamaan pula dengan peresmian Museum Sekbang Pertama 1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud Adi Sutjipto, yang dilakukan oleh KASAU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi, bertepatan dengan peringatan Hari Bakti TNI AU 19 Juli 1978.
Perkembangan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Dengan pertimbangan bahwa koleksi Museum Dirgantara Mandala terus berkembang dan bertambah, terutama alut sistra udara berupa pesawat terbang, sehingga gedung Museum di Ksatrian AKABRI Pagian Udara tidak dapat menampung, serta lokasinya sukar di jangkau pengunjung, maka pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya lagi.
Pada tanggal 17 Desember 1982, KASAU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai tanda dimulainya pembangunan atau rehab bangunan tersebut. Hal itu juga diperkuat dengan Surat Perintah KASAU No. Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang Rehabilitasi Gedung tersebut untuk mempersiapkan sebagai gedung permanen Museum. Selanjutnya tanggal 29 Juli 1984 KASAU Sukardi meresmikan penggunaan gedung tersebut sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandal, yang hingga saat ini dari 4.200 m2 bangunan induk yang ada, telah digunakan seluas 3.600 m2 untuk pameran dan 600 m2 lainya untuk gudang dan mushola.
Koleksi-Koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Koleksi-koleksi di Museum Dirgantara Mandala digelar sesuai kronologi / urutan peristiwa sejarah TNI AU. Mengingat bahwa tidak semua koleksi yang mendukung bukti sejarah di pamerkan pada ruang kronologi, maka koleksi tersebut dikelompokan pada satu ruangan yakni koleksi pesawat. Sedangkan peristiwa yang memiliki bukti berupa gambar dan divisualisasikan dalam bentuk diorama yang bersifat imajiner.
Ruang Utama
1.Patung Empat Pahlawan Nasional Perintis TNI AU:
a. Marsekal Muda TNI Anumerta Agustinus Adisutjipto
b. Marsekal Muda TNI Anumerta Prof. Dr. Abdurachman Saleh
c. Marsekal Muda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma
d. Marsekal Muda TNI Anumerta Iswahyudi
2. Beberapa Foto Mantan Pimpinan TNI Angkatan Udara:
a. Laksamana Udara Suryadi Suryadarma
(Kepala staf TRI AU tahun 1946 – 1962)
b. Laksamana Muda Udara Omar Dani
(Menteri / Panglima AU tahun 1962 -1965)
c. Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang
(Menteri Panglima AU tahun 1965 – 1966)
d. Laksamana Udara Roesmin Nurjadin
(Menteri Panglima AU tahun 1966 – 1969)
e. Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi
(KASAU tahun 1977 – 1983)
f. Marsekal TNI Sukardi
(KASAU tahun 1983 – 1986)
g. Marsekal TNI Sutria Tubagus
(KASAU tahun 1996 – 1999)
3. Lambang-lambang
a. Swa Bhuwana Paksa adalah lambang TNI AU yang artinya Sayap Tanah Air
b. Pataka Komando Operasi TNI AU
Motto : Abhibuti Antarikshe
Artinya : Keunggulan di udara adalah tujuan di udara
c. Pataka Komando Tempur Udara
Motto : Nitya Samakta Maawarti Sarwabaya
Artinya : Senantiasa siaga bertindak terhadap segala
ancaman bahaya
d. Pataka Komando Pertahanan Udara
Motto : Suraksita Nabhastala
Artinya : Udara yang dipertahankan dengan baik
e. Pataka Kodau I
Motto : Sonya Gati Gatra Ghuwana
Artinya : Tanpa menghitung untung – rugi, tanpa pamrih
dalam menjalankan tugas dan kewajiban
pembinaan wilayah
f. Pataka Kodau III
Motto : Wira Dharma Bhakti
Artinya : Dengan semangat dan jiwa kepahlawanan kita
tunaikan kewajiban kita terhadap negara
g. Pataka Kodau VI
Motto : Nityasa Prayatna Eka Mandala
Artinya : Senantiasa waspada untuk keutuhan wilayah/daerah
Ruang Kronologi I
1.Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukull 10.30 waktu Jawa Jaman Jepang atau pukul 10.00 WIB, Ir. Soekarno di dampingi Drs. Moch. Hatta atas nama Bangsa Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di rumahnya jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 PPKI dalam sidangnya menetapkan UUD dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
2. Tentara Keamanan Rakyat – Jawatan Penerbangan
Pada tanggal 23 Agustus 1945 diumumkan berdirinya Badan Keamanan Rakyat. Di daerah-daerah yang terdapat Pangkalan Udara , berdiri pula BKR yang berkaitan dengan tugas utama mereka, yaitu BKR Udara. Tugas utama BKR Udara yaitu bersama-sama rakyat merebut dan menguasai pangkalan udara Jepang beserta pesawat dan fasilitas lainnya. Sesuai dengan perkembangan selanjutnya dengan adanya maklumat 5 Oktober 1945, BKR ditingkatkan menjadi Tentara Keamanan Rakyat, maka BKR udara pun terkenal dengan sebutan TKR-Jawatan Penerbangan. Kegiatan yang berhasil dilaksanakan TKR-Jawatan Penerbangan yang menunjukan eksistensinya antara lain:
a. Penerbangan pertama di alam Indonesia Merdeka,
Setelah pangkalan udara Maguwo beserta pesawat dan fasilitas lainnya direbut dan dikuasai oleh BKR Yogyakarta dari tangan Jepang pada bulan Oktober 1945. Para teknisi pesawat udara putra-putra Indonesia berhasil memperbaiki dan menyiap terbangkan pesawat bersayap dua yang disebut Cureg. Pada tanggal 17 Oktober 1945 Bapak Agustinus Adisutjipto berhasil menerbangkan Cureg dengan identitas bendera merah putih di Pangkalan Maguwo. Penerbangan ini merupakan penerbangan pertama sejak Indonesia merdeka oleh penerbang putera Indonesia yang berkualifikasi sebagai penerbang karena beliau mempunyai wing penerbang yaitu: Gatot Militaire Brivet. Itulah sebabnya peristiwa tersebut merupakan tonggak sejarah penerbangan nasional yang perlu diperingati oleh segenap unsur penerbangan.
b. Sekolah penerbangan pertama di Maguwo
Keberhasilan dalam menguasai Pangkalan Udara Maguwo dan penerbangan pertama mendorong untuk melangkah lebih maju lagi. Atas prakarsa Bapak Agustinus Adisutjipto diadakannya pertemuan beberapa tokoh penerbangan dari Yogyakarta, Malang dan Surabaya pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Hasil dari pertemuan tersebut lahirlah kesepakatan bersama untuk mulai menyelenggarakan pendidikan bagi putera-puteri Indonesia. Pada tanggal 15 November pendidikan tersebut dibuka dan diikuti oleh pemuda-pemuda Indonesia. Sarana dan prasarana serba darurat, tempat pendidikannya pun memanafatkan bangunan kecil di dekat tower/menara pangkalan udara Maguwo, bahkan tidak jarang pelajaran diberikan kepada Kadet di lapangan dekat tower tersebut. Pelajaran terbang atau latihan terbang menggunakan pesawat Cureg peninggalan Jepang. Peristiwa dimulainya pendidikan penerbangan yang pertama yaitu pada tanggal 15 November diresmikan dan diperingati sebagai hari jadi Komando Pendidikan TNI AU.
c. Latihan Terjun Payung
Disamping upaya dalam bentuk penerbangan pertama, pembukaan sekolah penerbangan pertama yang didukung oleh keberhasilan para teknisi menyiapkan dan memperbaiki pesawat juga diadakan latihan terjun payung. Pada tanggal 11 Februari 1946 di pangkalan Udara Maguwo dilakukan latihan terjun payung yang pertama oleh Amir Hamjah Legino dan Pungut. Menggunakan tiga pesawat Cureg dan payung tua peninggalan Jepang. Latihan yang pertama ini berhasil dengan baik dan mereka merupakan penerjun payung pertama di Indonesia sejak Indonesia merdeka. Adapun penerbang yang membawa ketiga penerjun itu adalah Bapak A. Amitjipto, Iswahyudi, dan Makmur Suhodo.
3. Pembentukan TNI AU
a. Partisipasi TKR Jawatan Penerbangan dan Tugas Internasional (dalam operasi POPDA)
Setelah Jepang kalah perang (PD II), sebelum tentara Sekutu tiba di Indonesia, Jepang ditugasi menjaga Status Quo atas Indonesia (Hindia Belanda)
Adapun tugas tentara Sekutu nantinya di Indonesia adalah:
1) Menerima penyerahan tentara Jepang
2) Membebaskan tawanan Perang Serikat (APWI = Alied Presoners of war and Interners)
Namun ketika tentara sekutu di Indonesia telah dihadapkan pada Indonesia yang merdeka. Dalam kaitannya dengan dua tugas tentara Sekutu tersebut di atas, pada akhir November 1945 berlangsunglah perundingan antara RI (diwakili Menteri Muda Luar Negeri H. Agus Salim) dengan pihak sekutu yang diwakili oleh Kepala Staf Alied Foree Netherlands Indies (AFNEI) Brigjen I.G.A. Launder. Sebagai kelanjutan dari perundingan ini disepakati bahwa pelucutan atau pemulangan 35.00 orang tentara Jepang dan pemulangan kurang lebih 28.000 orang tawanan perang dan interniran yang pada waktu itu masih berada di wilayah kekuasaan RI diserahkan penuh kepada TKR. Dalam pelaksanaannya dibentuklah Panitya Oeroesan Pamoelangan Djepang dan APWI disingkat POPDA kemudian operasi pemulangan tersebut disebut Operasi POPDA.
Operasi POPDA berlangsung kurang lebih 17 bulan dari bulan Desember 1945 sampai dengan Mei 1947. Khusus pemulangan atau pengangkutan yang melalui udara diputuskan sebagai PU Transit adalah PU Panasan di Solo, dengan demikian TKR Jawatan Penerbangan terlihat dalam tugas tersebut antara lain tugas pengawalan yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Pangkalan Operasi POPDA dilaksanakan disamping dengan dasar pertimbangan kemanusiaan, yang penting adalah sebagai upaya mendukung jalannya diplomasi. Dengan demikian Operasi POPDA yang memanfaatkan PU Panasan sebagai PU transit dan pengawalan dari Pasukan Pertahanan Pangkalan, menunjukan bahwa TKR Jawatan Penerbangan ikut ambil bagian/berprestasi juga dalam tugas internasional. Tugas ini pula ikut memberikan mantapnya eksistensinya TRI Angkatan Udara, disamping kegiatan-kegiatan sebelumnya.
b. Penetapan TRI AU
Kegiatan-kegiatan TKR Jawatan Penerbangan seperti tersebut di muka membuktikan adanya upaya peningkatan. Dibarengi makin meningkatnya organisasi TKR maka kegiatan tersebut sebagai sumbangan nyata menuju pembinaan kekuatan nasional di udara. Sesuai perkembangan organisasi, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menjadi Tentara Keselamatan Rakyat), kemudian pada tanggal 24 Januari 1946 menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), maka TKR Jawatan Penerbangan yang telah membangkitkan kepercayaan Pemerintah menjadi TRI AU. Akhirnya berdasarkan penetapan Pemerintah No. 6/SD/ tahun 1946 tanggal 9 April tahun 1946 dinyatakan bahwa TKR Jawatan Penerbangan menajdi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI AU) selanjutnya dikenal dengan sebutan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Dalam penetapan tersebut selaku pimpinan AURI adalah sebagai berikut: Kepala Staf Koordinator Udara Suryadi Suryadarma, Wakil Kepala Staf II Koordinator Udara Sukarnen Mertodisumo dan Wakil Kepala Staf II Koordinator Muda Udara Agustinus Adi Sutjipto. Dalam perkembangan selanjutnya mulai tahun 1969 dikukuhkan sebutan TNI Angkatan Udara atau TNI AU.
4. Serangan Udara Pertama Terhadap Kota Kedudukan Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan serentak di seluruh wilayah kekuasaan RI, yang dikenal dengan Agresi I. Dalam pada itu hampir seluruh Pangkalan Udara RI menajdi sasaran, termasuk PU Maguwo yang diketahui sebagai pusat kekuatan udara RI waktu itu. Namun dmeikian serangan udara Belanda atau PU Maguwo mengalami kegagalan karena kabut tebal meliputi/menutupi PU Maguwo. Para pimpinan TNI AU telah memperhitungkan bahwa suatu saat Belanda akan melakukan serangan udaranya. Untuk itu gagasan untuk melakukan serangan udara balasan terhadap lawan telah dalam pemikiran beliau. Gagasan ini segera diwujudkan untuk mengimbangi tindakan lawan tersebut. Waktu itu Kasau Komodor S. Suryadarma bersama Perwira Operasi Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma segera merencanakan operasi udara balasan, dengan perhitungan matang para senior, akhirnya tugas mulia untuk melakukan serangan udara itu dipercayakan kepada para Kadet Penerbang.
Pada tanggal 29 Juli 1947 kurang lebih pukul 05.00 pagi tiga buah pesawat terbang TNI AU berturut-turut meninggalkan landasan PU Maguwo menuju ke sasaran. Sebuah pesawat Guntai yang dipersenjatai tiga buah senapan mesin dan 400 kg bom dengan penerbang Kadet Udara Mulyono beserta penembak udara Abdurachman melaksanakan serangan ke Semarang. Menyusul sebuah pesawat Cureng yang dibekali bom-bom bakar dengan Penerbang Kadet Sutardjo Sigit beserta penembak udara Sutardjo melakukan serangan ke kota Salatiga. Sebuah pesawat Cureng lainnya dengan persenjataan yang sama dengan penerbang Kadet Udara Suharnoko Harbani beserta penembak udara Kuput melaksanakan serangan ke kota Ambarawa.
5. Pengabdian Para Pahlawan TNI AU
Sebuah pesawat Dakota VT-CLA pada tanggal 29 Juli 1947, pukul 01.00 siang waktu setempat meninggalkan lapangan terbang Singapura dengan membawa sumbangan obat-obatan untuk Palang Merah Indonesia. Ketika mendekati PU Maguwo saat roda-roda pendarat mulai keluar, pesawat Dakota VT-CLA membuat satu kali putaran untuk persiapan mendarat, tiba-tiba muncul dua buah pesawat pemburu Kittyhawk Belanda yang melakukan tembakan dengan gencar. Dakota VT-CLA kemudian terbang ke arah selatan dalam keadaan terbakar dan jatuh ke desa Jatingarang Kelurahan Tamanan, dekat desa Ngoto Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, sebelah tenggara kota Yogyakarta.
Dari semua awak pesawat dan penumpang, hanya seorang yang selamat yaitu A.Gani Handonotjokro, korban lain yang gugur: Komodor Muda Udara Agustinus Adisudjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdurachman Saleh. Opsir Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo, Ex Wing Comamander Alexander Noel Constatine (Australia) dan istreinya Ex Squadron Leader Roy Huzelhurs (Inggris), Bhida Ram (India) dan Zaenal Arifin (Indonesia).
Peristiwa gugurnya para perintis dan tokoh TNI AU tersebut, mula-mula diresmikan dan diperingati sebagai Hari Berkabung. Namun jika direnungkan betapa semangat juang dan pengorbannanya, begitu pula peristiwa serangan udara yang belum pernah terjadi dalam satu hari tanggal 29 Juli 1947, betul-betul merupakan pengabdian, baktinya kepada negara dan bangsa, oleh karena itu sejak tahun 1962 ditetapkan menajdi Hari Bakti TNI AU dan tanggal 29 Juli diperingati secara tradisional dipusatkan di Lanud Adisutjipto.
Atas dasar keterbatasan pengetahuan awam akan ketetapan nama lokasi peristiwa gugurnya pahwalan udara tersebut, maka monumen yang didirikan untuk memperingati peristiwa tersebut terkenal dengan nama Monumen Ngoto atau Tugu Ngoto.
6. Semangat Tekad Bangsa Indonesia Untuk Mewujudkan Pesawat Terbang Sendiri
Ketika Suryadi Suryadarma mendapat kepercayaan untuk memimpin TKR Jawatan Penerbangan, menyandang tugas untuk membentuk kekuatan udara Nasional. Situasi dan kondisi geografi Indonesia serta dikuatkan oleh suasana perang kemerdekaan yang berkecamuk, makin disadari pentingnya sarana perhubungan udara dengan kata lain perlu akan pesawat terbang, baik untuk kepentingan kelancaran pemerintahan, perekonomian maupun pertahanan dan keamanan. Dalam jabatan lebih lanjut disimpulkan bahwa pembangunan kekuatan udara Nasional tidak cukup dengan Angkatan Udara saja, melainkan perlu adanya penerbangan sipil dan Industri Pesawat Terbang. Untuk mewujudkan pesawat terbang tersebut sejak TKR Jawatan Penerbangan ditetapkan sebagai TRI AU dibidang organisasi dibentuklah Biro Rencana dan Konstruksi yang berkedudukan di Maospati. Melaui bagian ini bangsa Indonesia dalam hal ini TRI AU berhasil mewujudkan pesawat buatan sendiri, yaitu pesawat layang jenis Zogling (NWG-1) selanjutnya berhasil pula diciptakan / dibuat pesawat terbang bermesin pertama yang kita kenal dengan registrasi pesawat WEL-1/RI-X
7. Replika Pesawat WEL RI-X
Type : Pesawat terbang ringan bermotor tunggal dengan tempat duduk tunggal dan sayap atas
Motor : Harley Davidson 2 dilinder model tahun 1928, 15 daya kuda
Ukuran : Panjang sayap 9,00 m, panjang badan 5,05 m, tinggi 2,40 m dan berat kosong 263 kg
Pesawat terbang bermotor, WEL-1/RI/X (Wiweko Experimental Light Plane) merupakan pesawat bermotor hasil produk pertama bangsa Indonesia, yang dirancang dan dibuat dalam waktu 5 bulan pada tahun 1948. Pembuatan dilakukan oleh Biro Rencana dan Konstruksi Markas Tertinggi AURI Seksi Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang di Magetan dibawah pimpinan Opsir Udara III (Kapten) Wiweko Supono. Diabadikan di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala tahun 1980. Tekad bangsa Indonesia dalam pengembangan ini merupakan titik tolak menuju industri pesawat terbang. Untuk menyatakan kebenaran hal ini maka dengan dasar desain WEL-1?RI/X terebut dibuat lagi Replikasinya pada tahun 1980 dan diterbangkan dari PU Iswahyudi – SMO – Lanud Adisutjipto kemudian dimuseumkan.
8. Operasi Penumpasan PKI Muso/Madiun
Ketika pemberontakan PKI / Muso meletus di Madiun pada tanggal 18 September 1948, maka TNI AU mengadakan operasi udara dalam upaya untuk mempersempit dan selanjutnya meniadakan pengaruh kekuasaan pemberontak. Operasi-operasi udara tersebut diantaranya berupa pengintaian udara, penembakan, penyebaran pamlet, pendropan makanan dan obat-obatan bagi pasukan TNI/ABRI yang setia kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Daerah kegiatan ini meliputi Madiun, Cepu, Purwodadi dan sekitarnya. Bahkan beberapa Perwira TNI/ABRI, setelah menghadiri rapat di Yogyakarta, diterjunkan dengan parasut di Trenggalek untuk bergabung dengan induk pasukan.
9. Operasi Lintas Udara
a. Sesuai dengan prinsip pengabdian Angkatan Udara, untuk meningkatkan kewaspadaan, KASAU secara positif menanggapi permohonan Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor pada bulan Juli 1947 agar AURI menerjunkan pasukan payung di Kalimantan. Langkah nyata yang dilakukan adalah pada awal Agustus 1947 di Asrama Padasan sebelah Tenggara PU Maguwo telah berkumpul pemuda-pemuda dari Kalimantan (Pasukan Cilik Riwut) sedang dilatih sebagai paratroop (pasukan payung) oleh LMU Sangkala. Pelajran hanya diberikan secara teoritis dan latihan di tanah.
Pada tanggal 16 Oktober 1947 pukul 23.50 menjelang tengah malam 14 pasukan para di bawah pimpinan Kapten Udara Hari telah siap di samping pesawat Carteran kita yaitu C-47/Skytrain dengan regristasi RI-002 Tanggal 17 Oktober 1947 pukul 01.30 malam pesawat siap, semua pasukan menerima perintah dari KASAU dan dijabat tangannya satu persatu untuk menjalankan tugas dengan selamat. Akhirnya kurang lebih pukul 02.30 pesawat bertolak dengan pilot Bob Freeberg dan Copilot Makmur Suhobo. Pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 07.00 pesawat telah melayang di atas lokasi yang ditentukannya yaitu selatan kota Waringin Kalimantan Tengah dan pasukan segera diterjunkan Pasukan membawa alat pemancar (Z/O) yang besar danmotor dengan bahan bakar cukup untuk 1 tahun di Kalimantan Tengah.
Tugas pasukan tersebut antara lain membuka stasiun udara untuk membuka hubungan dengan Yogyakarta, membuat droping zone sebagai persiapan penerjunan selanjutnya, membantu perjuangan rakyat dengan membentuk dan menyusun gerilyawan-gerilyawan.
Pasukan ini disergap oleh pasukan Belanda, mereka bertahan selama satu bulan, meskipun tiga diantaranya telah gugur pada awal kontak senjata dengan Belanda.
Ke-14 pasukan tersebut antara lain:
1. OMO II Amir Hamzah (Jamping Master)
2. Tjilik Riwut-Petunjuk daerah penerjunan
3. Kapten Udara Hary Hadisumantri
4. L.U.H Iskandar
5. SMU Achmad Kosasih
Sedangkan yang lainnya terdiri dari putera-putera Kalimantan yang berada di Yogyakarta. Demikian operasi penerjunan pasukan payung dilaksanakan, sekaligus merupakan suatu operasi lintas udara pertama bagi Angkatan Bersenjata RI. Dan selanjutnya tanggal 17 Oktober merupakan Hari Paskhas yang diperingati tiap tahunnya.
b. Tugas lain pesawat Dakota RI-002
RI-002 adalah regristasi pesawat C-47 Skytrain milik seorang penerbang veteran Amerika Serikat yang dicarter oleh RI untuk tugas penerobosan blokade udara Belanda dan penerobosan ke luar Negeri. Pesawat tiba di Maguwo tanggal 6 Juni 1947. Namun penerbangannya salah arah, sehingga melakukan pendaratan darurat di Cikalong, pantai selatan Tasikmalaya, karena roda-roda masuk ke dalam pasir. Untuk itu harus diatasi dengan membuat anyaman bambu sebagai landasan. Misi ke luar Negeri ini antara lain: membawa muatan bubuk kina dan panili ke Manila, membawa delegasi RI untuk menghadiri Konferensi ACAFE Baguio, Manila, membawa para pejabat dan 20 Kadet penerbang yang akan belajar ke India. Di dalam Negeri antara lain: Operasi Penerjun Pasukan Payung di Kalimantan, penerjun anggota AURI di Bukitinggi, mengangkut sejumlah pegawai pemerintah ke Jambi dan rombongan Presiden RI keliling Sumatera dalam rangka konsolidasi dan menggalakan Fonds Dakoda. Tanggal 1 Oktober 1948 dalam rangka penerbangan ke luar negeri RI-002 mendapat kecelakaan antara Tanjung Karang Bengkulu. Runtuhnya diketemukan pada tanggal 14 April 1978 di Bukit Punggur, Kecamatan Kasui, Kabupaten Kota Bumi, Propinsi Lampung.
10. Kepahlawanan Dalam Mempertahankan PU Maguwo
Agresi Militer II Belanda yang dilancarkan tanggal 19 Desember 1948, diawali dengan serangan udaranya terhadap PU Maguwo dengan menerjunkan Paratroop yang terdiri dari pasukan Baret Hijau. Serangan awal ini dimaksudkan sebagai pancangan untuk menyerang Ibukota RI yaitu Yogyakarta.
Pada saat itu Kadet Udara Kasmiran bertugas sebagai Perwira Piket, bersama seluruh pasukan yang bertugas jaga Pangkalan Udara Maguwo. Meskipun penerjunan pasukan para Belanda tersebut diawali dengan penerjunan pasukan kamuflase, namun Kadet Kasmiran telah tanggap apa yang akan terjadi atas PU Maguwo wakt itu, apalagi sesudah pasukan para yang sesungguhnya telah mulai menembak secara gencar. Kadet Udara Kasmiran berupaya semaksimal mungkin mempertahankan PU Maguwo, namun kekuatan sangat tidak seimbang, akhirnya Kadet Kasmiran gugur bersama pasukaannya kurang lebih 50 orang. Periwtiwa kepahlawanan mempertahankan PU Maguwo ini diabadikan dalam bentuk Monumen Bakti Prajurit yang diresmikan oleh KASAU Marsekal TNI Utomo pada tanggal 19 Desember 1989.
11. Pasukan Garuda Mulya
Dengan dilancarkannya Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948 hampir seluruh Pangkalan Udara jatuh ke tangan Belanda. Anggota Pangkalan Udara Penasan segera mengatur taktik gerilya di daerah Kecamatan Jumantoro dan Gayamdompo serta melakukan serangan terhadap kedudukan Belanda di Karangpandan, Karanganyar dan Pabrik Gula Tasikmadu. Pasukan ini terkenal sebagai Pasukan Garuda Mulya yang tergabung dalam Pasukan Panembahan Senopati 105.
12. Stasiun PHB AURI PC-2 di Playen Gunungkidul
Dalam rangka perjuangan mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan, Strasiun Radio AURI PC-2 di desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil menyiarkan berita-berita perjuangan menghadapi Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948. Berita ini antara lain Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto atas kedudukan militer Belanda di Yogyakarta selama 6 jam. Dari stasiun radio AURI di Jawa dan Sumatera, khususnya Stasiun PDRI, bahkan diterima oleh Stasiun AURI pada Indonesi Airways di Rangoon (Birma). Melalui perwakilan RI di Birma dan India diteruskan ke Perewakilan RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Dalam rangka pelertarian nilai-nilai juang terpetik dari peranan Stasiun radio AURI PC-2 tersebut dibangunlah Monumen Radio AURI PC-2 di Banaran oleh Yayasan 19 Desember 1948 yang diprakarsai dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal 10 Juli 1984.
13. Indonesia Airways
Dalam rangka upaya memperlancar tugas perjuangan khususnya perhubungan jarak jauh dengan daerah luar Pulau Jawa sangat dibutuhkan adanya pesawat terbang. Untuk itu pada awal Juni 1948 dengan membawa pesawat model C-47 Dakota, Presiden Soekarno mengadakan keliling Sumatera untuk mendapatkan Fonds Dakota. Hasil dari perjalanan ini terkumpul sejumlah dana dari rakyat Aceh yang cukup digunakan untuk membeli pesawat Dakota C-47. Pesawat tersebut diberi nomor registrasi RI-001 dengan nama sebuah gunung di Aceh “Sulawah”. Di dalam negeri selain dipergunakan untuk mengangkut Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ke Sumatera, mengangkut para Kadet ALRI dari Bukittinggi ke Aceh dan juga mengadakan pemotretan gunung berapi.
Pada tanggal 7 Desember 1948 pesawat RI-001 / Seulawah mendarat di Calcuta India dalam rangka menjalani perbaikan menyeluruh/over haul. Agresi Militer Belanda II sementara hubungan dengan Tanah Air terputus dan menemukan jalan pulang.
Pada tanggal 26 Januari 1949 atas ijin Pemerintah Burma RI-001/Seulawah diterbangkan ke Rangoon Burma diserta Opsir Udara III Wiweko Soepono dengan harapan akan berhasilnya upaya penyelenggaraan penerbangan niaga. Atas bantuan Sdr. Maryumi OU III Wiweko Soepomo berhasil mendirikan satu badan hukum penerbangan niaga dengan nama Indonesia Airways, yang beroperasi di Burma. Dalam perkembangannya Indonesia Airways berhsil menambah armadanya dengan 2 pesawat Dakota beregistrasi RI-007 dan RI-009.
Adapun keuntungannya di samping dipergunakan untuk membiayai Kadet-kadet Indonesia yang belajar di India dan Philipina, juga untuk membantu perjuangan kemerdekaan RI dengan menerobos blokade udara Belanda dan mendrop senjata, amunisi dan peralatan radio, untuk perjuangan RI di Aceh.
Sebagai penghargaan kepada Pemerintah Burma, pada tanggal 31 Oktober 1950 Pesawat RI-007 diserahkan kepada Pemerintah Burma. Sedangkan momentum dimulainya Indonesia Airways beroperasi yaitu 26 Januari 1949 diresmikan sebagai hari jadi Garuda Indonesia Airways (GIA).
14. Perintis Perindustrian Pesawat Terbang di Indonesia
Pada tahun 1946 Markas Tertinggi TRI Angkatan Udara meresmikan Biro Rencana dan Konstruksi yang berkedudukan di Lanud Maospati (Madiun) yang dipimpin oleh Opsir Udara Wiweko Soepomo. Meskipun dengan segala keterbatasan, ditambah lagi dengan berbagai kesulitan di segala bidang dan ancaman agresi Kolonial Belanda, namun dengan jiwa semangat dan tekad para pejuang teknisi Seksi Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang yang dipelopori oleh Opsir Udara III Wiweko Soepomo dan Opsir Muda Udara I Nurtanio berhasil mewujudkan beberpa prestasi dalam merintis pembuatan pesawat terbang. Diantaranya diawali dengan pembuatan kurang lebih 6 buah pesawat Glider NWG (Nurtanio Wiweko Glider) untuk latihan para calon Kadet Penerbang, modifikasi pesawat pembom Guntai menjadi pesawat angkut, modifikasi pesawat Sakai Blenheim (mesin: Sakai Nakajima dan body: Bristol Blenheim) menjadi pesawat pemotretan dan membuat pesawat terbang jenis olah raga RI-X/WEL I (Wiweko Esperimental Lighplane).
Setelah pengakuan Kedaulatan Negara Republik Indonesia 27 Desember 1949, maka instansi yang menangani kegiatan pembuatan pesawat terbang di lingkungan TNI-AU mengalami beberapa perubahan dan peningkatan secara kronologi sebagai berikut:
a. Depo Penyelidikan Pesawat Pembuatan Pesawat Terbang (1950).
b. Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (1961) dan
c. Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur) (1966).
Selama tahun 1950-1976 telah dihasilkan beberapa jenis pesawat antara lain: NU-200 Si Kumbang, Belalang 85, NU-25 Kunang, Belalang-90, Girokopter Kolintang, Super Kunang-40, Kumbang-26, PXL-104, Gelatik, Kinjeng, 150 Hovercraff, , Mayang, LT-200, Nefoo Flight (VIP) dan Glinder G-012. Kemudian pada tahun 1976 Lipnur ditingkatkan dan diresmikan oleh Bapak Presiden Soekarno menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan akhirnya pada tahun 1986 diubah lagi namanya menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara. Dengan nama Nusantara ini diharapkan adanya prospek yang lebih luas selaras dengan tujuan dan jangkauan hasil produksi industri pesawat terbang sebagai suatu sarana perhubungan yang bertaraf internasional. Sejak 1976 IPTN telah mneghasilkan beberapa jenis pesawat terbang antara lain: NC-212 Casa, N Bell-142, NSA 33 Puma, NBO-105 Bolkow, NSA 332 Super Puma dan CN-235 Tetuka, CN-250 Gatotkaca.
15. Perintis Jawatan Kesehatan TNI AU
a. Opsir Udara I Doktor Esnawan
b. Laksamana Muda Udara Dokter Suhardi Hardjolukito
c. Laksamana Muda Udara Dokter salamun
Ruang Kronologi II
1. Pendidikan Kadet-kadet AURI di Dalam dan di Luar Negeri
a. Sekolah Penerbangan Lanjut di andir dan Kalijati
Dalam rangka pembinaan kekuatan udara untuk mengamankan wilayah RI dibutuhkan Sekolah Penerbangan Lanjutan (SPL) di Pangkalan Udara Andir (Bandung). Untuk pertama kalinya SLP menyelenggarakan Advance Training dengan pesawat T-6G dan AT-16 Harvard bagi penerbang-penerbang eks Sekbang Maguwo dan India. Angkatan ke I SPL Primary Training dengan pesawat T-6/AT-16. Angkatan ke III SPL adalah kelas terakhir yang di selenggarakan di Andir (Husein Sastranegara), karena tahun 1953 SPL di pindahkan ke Pangkalan Udara Kalijati yang menghasilkan empat angkatan. Atas pertimbangan historis SPL dipindahkan ke Lanud Adisutjipto tahun 1959.
b. Pengiriman Kadet-kadet ke Luar Negeri
Selain pendidikan SPL di dalam negeri, maka pada tahun 1950 dikirimkan pula 60 Kadet untuk mengikuti pendidikan penerbangan pada Taloa Academy of Aeronautics di Dakland California. Menjelang akhir tahun 1951 pendidikan telah selesai dan para Kadet kembali ke Indonesia.
2. Pembentukan Skadron TNI AU Tahun 1950
Setelah pengakuan kedaulatan AURI mulai mendapat sejumlah alut sista udara beserta sarana dan fasilitas pendukungnya berupa Pangkalan Udara beserta sarana pelayanannya, sejumlah pesawat udara, fasilitas pemeliharaan dan sebagainya. Dengan adanya tambahan sejumlah pesawat yang dimiliki maka AURI sejak awal 1950 mulai menyusun kekuatan pesawat dalam Skadron Udaranya yaitu:
a. Skadron 1 (Pembom) pesawat B-25/Mitehell di Halim Perdana Kusuma
b. Skadron 2 (Angkut) pesawat C-47/Dakota di Halim Perdana Kusuma
c. Skadron 3 (Tempur) pesawat P-51/Mustang di Halim Perdana Kusuma
d. Skadron 4 (Lantai Darat) pesawat asteur di Bogor
e. Skadron 5 (Lantai Laut) pesawat PBY-5A/Catalina di Halim Perdana Kusuma
f. Skadron 6 (Latih) pesawat L-4/Pipper Cup di Husein Sastronegara
3. Operasi Penumpasan Pemberontakan DI/TII
Sebagai salah satu unsur APRIS, AU saat ini telah aktif mengambil bagian dalam gerakan-gerakan iliter (GOM), baik secara gabungan maupun tersendiri. Dalam Operasi Penumpasan DI/TII, AU mengerahkan Satuan Pertahanan Udara dengan menyiapkan Pesawat-pesawat Tempur khususnya jenis pancargas dari skadron XI.
Sedangkan operasi gabungan dilakukan dengan memberikan bantuan seperti;
a. Pengintai udara dengan Pesawat Cessna 180 dan Pembom B-25 / Mitehel.
b. Penembakan / pembom dengan menggunakan Pesawat Buru Sergap P-51 / Mustang, Pembom B-25 Mitchell dan AT-16 Harvard.
c. Pengangkutan udara dengan pesawat C-47 Dakota.
Daerah-daerah operasi adalah sebelah selatan pegunungan Tangkuban Perahu yang dijadikan markas pertahanan DI/TII Kartosuwiryo. Pangkalan Udara yang mendukung operasi tersebut adalah PAU Husein Sastranegara (Bandung), PAU Semplak (Bogor), PAU Kalijati (Subang), Cibeureum (Tasikmalaya) dan Tegal.
4. Operasi Penumpasan PRRI di Sumatera
Sebagai akibat sistem Demokrasi Liberal yang dilaksanakan Indonesia, maka timbullah anarki yang dapat di lihat dengan lahirnya dewan-dewan yang bersifat kedaerahan dan sparatisme. Puncak gerakan-gerakan ini adalah terbentuknya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tanggal 15 Februari 1958.
Untuk menyelamatkan RI dari bahaya disintegrasi bangsa pemerintah RI bertindak tegas dengan melakukan operasi-operasi gabungan TNI AL dan AU antara lain:
a. Operasi Tegas untuk pembebasan Riau Daratan
b. Operasi Sapta Marga untuk pembebasan Medan
c. Operasi Sudar di Sumatera Selatan
d. Operasi 17 Agustus untuk merebut kota Padang sebagai pusat PRRI.
Dalam operasi gabungan ini TNI AU melakukan tugas mengintai udara penyebaran pamflet, pemboman / penembakan, penerjunan pasukan, SAR, dan pengangkutan udara. Pesawat-pesawat yang digunakan ialah C-47, P-51, B-25, PBY-5A, AT-16, dan Grumman Albatros.
5. Operasi Penumpasan Permesta di Sulawesi dan Bagian Timur Lainnya di Indonesia
Pada masa pemberontakan Permesta tahun 1958 kawasan Indoensia bagian tinur terganggu ketenangannya. Pesawat-pesawat terbang pemberontak khususnya pesawat B-26 Invander yang diterbangkan oleh Allan Lawrence pope, seorang warga Amerika melakukan penembakan di berbagai tempat antara lain PAU Marotai, beberapa tempat penting milik TNI AU dan iring-iringan kapal TNI AL.
Pada tanggal 18 Mei 1958 Kapten Udara Penerbangan Ignatius Dewanto berangkat dari Pangkalan Udara Liang dengan Pesawat P-51 mengadakan pengejaran terhadap B-26 Allan. Pesawat tersebut berhasil ditemukan di atas perairan sebelah barat Pulau Ambon yang pada saat itu sedang melakukan serangan terhadap iring-iringan ALRI. Dalam pengejaran tersebut Kapten I Dewanto berhasil menembak pesawat B-25 Allan Laurence Pope dengan Roket yang mengakibatkan terbakar dan jatuh di perairan sebelah barat Pulau Ambon.
6. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Untuk melaksanakan operasi militer dalam rangka Trikora, presiden/Pangti ABRI / Apngsar Koti Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Komando Mandala sebagai Komando gabungan pimpinan Komando Mandala;
Panglima : Mayjen Soeharto
Wapang I : Komodor Laut Subono
Wapang II : Komodor Udara L.W.J. Wattimena
Kepala Staf : Kolonel A. Tahir
Komando Mandala menyusun dan menntukan penempatan pasukan-pasukan dari AD Mandala, AL Mandala, AU Mandala sendiri menyiapkan Pangkalan Udara Morotal Letfuan dan Pattimura sebagai pangkalan depan Pangkalan Udara Kendari Gorontalo dan Kupang sebagai pangkalan belakang. Disamping itu disiagakan pula kekuatan laut sista udaraTNI AU yakni TU-16, TU-16KS, IL-28, B-25, B-26, P-51, UF-2 Albatros, PBY-54, C-47, C-13 B Hercules, PGT dan beberapa pesawat Wing Garuda.
Sebagai operasi terakhir dilaksanakan Operasi Wisnumurti untuk menghadapi penyerahan Irian Barat tenggal 1 Mei 1963.
7. Dwi Komado Rakyat (Dwikora)
Gagasan pembentkan Federasi Malaysia ditentang oleh Filipina dan Indonesia sehingga kedua negara tersebut memutuskan hubungan diplomatiknya. Konfrontasi politik memuncak dengan dicetuskannya Dwi Komando Rakyat oleh Presiden / Pangti ABRI / Pemimpin Besar Revolusi pada tanggal 3 Maret 1964.
Selanjutnya dibentuklah Komando Mandala Siaga. Kegiatan operasi udara TNI AU selain mengadakan penerbangan patroli sepanjang daerah perbatasan Kalimantan Utara dan Malaysia, juga pengangkutan dan droping satuan-satuan sukarelawan beserta perlengkapan-perlengkapannya ke daerah perbatasan.
Setelah itu, Pemerintah RI mulai mengambil langkah-langkah mengadakan normalisasi hubungan dengan Malaysia tanggal 27 Mei 1966 suatu misi ABRI dikirim ke Kuala Lumpur yang membawa pesan Jenderal Soeharto untuk mengadakan penghentian konfrontasi. Misi ini kemudian disusul dengan perundingan antara Menlu Indonesia Adam Malik dan Menlu malaysia Tun Abdul Razak di Bankok.
Akhirnya, tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta ditandatangani persetujuan normalisasi hubungan antara Indonesia dengan Malaysia yang disebut dengan “Jakarta Accord”.
8. Operasi Non Militer TNI AU
a. Operasi Pepera di Irian Barat
Dalam KMB di Den Haag pada tanggal 25 Agustus 1949, Belanda mendesak keinginannya untuk menduduki Irian Barat. Akibatnya timbulah “Sengketa Irian Barat” antara Indonesia dan Belanda. Setelah melalui perjuangan diplomasi dan fisik yang terkenal dengan Trikora, akhirnya tercapailah keputusan Forum PBB yang melahirkan “New York Agreement” dengan “Act of Free Choice (Pepera) sebagai penyelesaiannya.
Untuk membantu kelancaran pepera, maka TNI AU membentk satuan tugas khusus yaitu Satgasud dengan Komandan Kolonel Udara Suyoto. Satgasud Pepera bertugas menyelenggarakan dan mengkoordinasikan semua bantuan AU dengan mengerahkan pesawat-pesawat militer TNI AU dan dari penerbangan non militer seperti Merpati Nusantara, Zamrud, Pertamina, MAF serta AMA. Kegiatan penerbangan pesawat TNI AU selama berlangsungnya Pepera sebanyak 259 sorties, 579,59 jam terbang, mengangkut 311,426 kg barang dan 1.896 penumpang termasuk 694 anggota Dewan Musyawarah Pepera.
b. Operasi Bakti
TNI AU sebagai unsur ABRI disamping sebagai kekuatan Hankam juga sebagai Kekuatan Sospol. Sebagai kekuatan Sospol TNI AU ikut serta dalam kegiatan ABRI Masuk Desa, membantu angkutan yang berupa bahan makanan, pakaian, obat-obatan, bahan bangunan dan lain-lain bagi korban akibat musibah bencana alam (banjir, gempa bumi, gunung meletus dan lain-lain), baik di dalam negeri maupun ke luar negeri (Pakistan, Australia, Banglades, Armenia dan lain-lain). Selain itu jug apesawat TNI AU dikerahkan untuk membantu angkutan Jemaah Haji, Transmigrasi, Kontingen PON dan Sea Games.
Ruang Diorama
1. Serangan Udara Pertama dan Penembakan VT-CLA
Inilah penggambaran dari serangan misi perdamaian dunia di Vietnam, maka sejak 28 Januari 1973 TNI AU mengerahkan 9 buah pesawat terbang C-30 B Hercules yang mengangkut kontingen indonesia Garuda IV, Garuda V, Garuda VII dan kontingen penggantinya. Selain itu juga mengikutsertakan sejumlah perwira TNI AU dalam setiap kontingen baik yang bertugas Head Quarter (HQ) maupun Team.
Sampai berakhirnya tugas kontingen TNI AU telah mengangkut 2.029 personil dan 139 ton barang dengan 25.735 jam terbang.
2. Peristiwa 19 Desember 1948
Pada tanggal 19 Desember 1948 terjadi pertempuran yang heroik di pangkalan udara Maguwo. Pasukan kerajaan Belanda yang terdiri dari sejumlah pesawat tempur, pasukan komando dan korp pasukan khusus menyerang, merebut dan menguasai pangkalan udara Maguwo Yogyakarta. Angkatan udara Belanda mengerahkan:
- 9 buah pesawat tempur P-40 Kitty Hawk
- 5 buah pesawat tempur P-51 Mustang
- 17 buah pesawat angkut C-47 Dakota
prajurit AURI di bawah pimpinan Kadet Kasmiran melawan pasukan Belanda. Dalam peristiwa ini seluruh pasukan pertahanan pangkalan kurang lebih 70 orang gugur.
5. Operasi Jaya Wijaya dalam Rangka Trikora 19 Desember 1961
19 Desember 1961 presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno mencanangkan operasi pembelian Irian barat yang dikenal dengan nama “Tri Komando Rakyat” kemudian tanggal 2 januari 1962 di bentuk komando pembebasan Irian Barat.
6. Ruang Diorama Palapa
Ruang Sistem Komunikasi satelit Domestik (SKSD) Palapa diresmikan oleh Bapak Menparpostel A. Tahir padatanggal 27 September 1986. diorama SKSD palapa ini terdiri dari 5 buah Vitrine berukuran 1,5 m x 3 m x 3,5 m. Sebuah Vitrine tersebut sebagai ruang antarisksa berbentuk ½ lingkaran bergaris tengah 6 meter. Diorama tersebut disusun berdasarkan urutan kronologis peristiwa-peristiwa penggunaan Satelit Palapa yang bersejarah. Setiap Vitrine merupakan Diorama dan dibuat dari bahan fiberglass yang dillukis sesuai dengan remanya. Di tenagh ruangan terletak prasasti berupa tanda peresmian dan prasasti Sumpah Mahapatih Gadjah Mada.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan hasil observasi ini, dapat kami simpulkan yaitu:
- Museum adalah suatu tempat menyimpan benda-benda yang bernilai sejarah agar tidak hilang dan rusak sehingga dapat dinikmati berbagai generasi, itu diharapkan mereka dapat mengetahui sejarah dan dapat menghargai hasil yang telah dicapai generasi terdahulu sehingga mereka dapat mengambil hikmah dan sejarah itu sendiri,
- Museum berfungsi menyimpan benda-benda yang bernilai sejarah yang patut mendapat perhatian umum. Selain itu museum merupakan sarana yang efektif untuk mewariskan nilai-nilai luhur perjuangan,
- Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala secara visual menggambarkan perjuangan Bangsa Indonesia, khususnya TNI AU dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
Makalah
Disusun oleh:
Wildan Sulthoni
Puji Widodo
Aris Dwi Rahdiyanto
Sri Widiyanti
PRODI ILMU SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Demi tercapainya kualitas pembelajaran yang baik, tidak hanya bisa dilakukan melalui proses belajar mengajar di dalam kelas saja.Mahasiswa justru akan merasa jenuh dan penasaran, terutama terkait dengan materi yang dijelaskan oleh dosen tersebut. Untuk itu semua kegiatan observasi, yaitu pengenalan dan penelitian secara langsung pada objek-objek yang berhubungan dengan materi yang disampaikan tersebut, menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.
Dengan observasi, maka mahasiswa tidak hanya mengetahui, akan tetapi siswa juga dapat mengenal dan memahami objek secara langsung. Karya wisata merupakan salah satu kegiatan observasi yang efektif sebagai penunjang proses belajar mengajar di kampus.
Di Indonesia terdapat banyak tersebar Museum-Museum tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, Museum Dirgantara Mandala adalah salah satunya. Berbeda dengan Museum-Museum perjuangan yang lain, di Museum ini dipamerkan berbagai jenis pesawat terbang yang pernah dimiliki Banga Indonesia, khususnya TNI AU. Selain itu di Museum yang berlokasi di Yogyakarta ini, terdapat pula diaroma-diaroma perjuangan Bangsa Indonesia, khususnya TNI AU dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
PEMBAHASAN
Sejarah Berdirinya Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Yang menjadi latar belakang didirikannya Museum AURI, yaitu:
1. Semua kegiatan dan peristiwa bersejarah dalam pertumbuhan dan perkembangan TNI AU serta semua pengorbanan para pejuang dan pahlawan udara dalam membina dan merintis AURI, serta mempertahankan dan menegakan kemerdekaan NKRI perlu dilestarikan.
2. Dalam rangka pewarisan nilai-nilai 45 yakni bahwa pengabdian dan pendokumentasian tersebut perlu untuk direalisasikan dalam bentuk visualisasi bukti sejarah agar dapat diketahui, diterima, dihayati dan diamalkan oleh generasi muda.
Hasrat untuk mengabadikan dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan maupun peristiwa-peristiwa bersejarah di lingkungan AURI itulah yang menjadi dasar didirikannya Museum AURI, yang kemudian dituangkan dalam Keputusan Menteri/Panglima AU No. 491 tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumentasi Sejarah dan Museum AURI. Meskipun demikian realisasinya tidak secepat yang diharapkan. Museum AURI baru bisa diwujudkan tanggal 21 April 1967. Semula masih bersifat embrio, dan organisasinya masih dibawah pembinaan Asisten Direktorat Humas AURI. Kegiatan Museumpun masih terbatas, karena kurangnya tenaga profesional maupun biaya. Namun sejak dikeluarkannya Instruksi Menteri / Panglima AURI No. 2 tahun 1967 Tentang Peningkatan Peningkatan Bidang Sejarah dan Museum AURI, maka mulailah ada titik terang.
Berkat perhatian dari pimpinan AURIV (Pangkowilu) maka pada tanggal4 April 1969 diresmikanlah Museum Pusat TNI AU Roesmin Nuryadin di Jakarta. Sementara itu, di Lembaga Pendidikan AKABRI Bagian Udara Yogyakarta sudah memiliki Museum pendidikan / karbol, sehingga mulailah adanya pemikiran yang mengarah pada pengembangan danupaya mengintegrasikan kedua Museum tersebut. Disamping itu timbul pemikiran untuk menentukan lokasi Museum, bilamana keduanya berhasil disatukan, yang kemudian mengarah ke Yogyakarta.
Adapun dasar pertimbangannya, adalah sebagai berikut:
a. Pada peristiwa 1945 – 1949 Yogyakarta memegangg peranan penting sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI AU.
b. Yogyakarta adalah tempat penggodokan Taruna-taruna AU calon Perwira TNI AU.
c. Semangat minat dirgantara, nilai-nilai 45 dan tradisi juang TNI AU mengacu pada semangat Maguwo.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka KASAU mengeluarkan Surat Keputusan No. Kep/II’IV/1978 tanggal 17 April 1978 menetapkan bahwa Museum Pusat AURI yang semula berkedudukan di Jakarta, dipindahkan ke Yogyakarta, diintegrasikan dengan Museum Pendidikan menjadi Museum Pusat TNI AU dengan memanfaatkan gedung Link Trainer di kawasan Ksatrian AKABRI bagian utara. Operasi Boyong pemindahan benda-benda koleksi Museum AURI di Jakarta ke Yogyakarta telah dimulai sejak November 1977. Langkah penyempurnaan pemindahan lebih lanjut berdasarkan Keputusan KASAU No. Skep./04/IV/1978 tanggal 17 April 1978 dilengkapi dengan pemberian nama Museum tersebut dengan nama “Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala”. Pembukaan dan peresmian Museum ini bersamaan pula dengan peresmian Museum Sekbang Pertama 1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud Adi Sutjipto, yang dilakukan oleh KASAU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi, bertepatan dengan peringatan Hari Bakti TNI AU 19 Juli 1978.
Perkembangan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Dengan pertimbangan bahwa koleksi Museum Dirgantara Mandala terus berkembang dan bertambah, terutama alut sistra udara berupa pesawat terbang, sehingga gedung Museum di Ksatrian AKABRI Pagian Udara tidak dapat menampung, serta lokasinya sukar di jangkau pengunjung, maka pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya lagi.
Pada tanggal 17 Desember 1982, KASAU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai tanda dimulainya pembangunan atau rehab bangunan tersebut. Hal itu juga diperkuat dengan Surat Perintah KASAU No. Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang Rehabilitasi Gedung tersebut untuk mempersiapkan sebagai gedung permanen Museum. Selanjutnya tanggal 29 Juli 1984 KASAU Sukardi meresmikan penggunaan gedung tersebut sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandal, yang hingga saat ini dari 4.200 m2 bangunan induk yang ada, telah digunakan seluas 3.600 m2 untuk pameran dan 600 m2 lainya untuk gudang dan mushola.
Koleksi-Koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
Koleksi-koleksi di Museum Dirgantara Mandala digelar sesuai kronologi / urutan peristiwa sejarah TNI AU. Mengingat bahwa tidak semua koleksi yang mendukung bukti sejarah di pamerkan pada ruang kronologi, maka koleksi tersebut dikelompokan pada satu ruangan yakni koleksi pesawat. Sedangkan peristiwa yang memiliki bukti berupa gambar dan divisualisasikan dalam bentuk diorama yang bersifat imajiner.
Ruang Utama
1.Patung Empat Pahlawan Nasional Perintis TNI AU:
a. Marsekal Muda TNI Anumerta Agustinus Adisutjipto
b. Marsekal Muda TNI Anumerta Prof. Dr. Abdurachman Saleh
c. Marsekal Muda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma
d. Marsekal Muda TNI Anumerta Iswahyudi
2. Beberapa Foto Mantan Pimpinan TNI Angkatan Udara:
a. Laksamana Udara Suryadi Suryadarma
(Kepala staf TRI AU tahun 1946 – 1962)
b. Laksamana Muda Udara Omar Dani
(Menteri / Panglima AU tahun 1962 -1965)
c. Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang
(Menteri Panglima AU tahun 1965 – 1966)
d. Laksamana Udara Roesmin Nurjadin
(Menteri Panglima AU tahun 1966 – 1969)
e. Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi
(KASAU tahun 1977 – 1983)
f. Marsekal TNI Sukardi
(KASAU tahun 1983 – 1986)
g. Marsekal TNI Sutria Tubagus
(KASAU tahun 1996 – 1999)
3. Lambang-lambang
a. Swa Bhuwana Paksa adalah lambang TNI AU yang artinya Sayap Tanah Air
b. Pataka Komando Operasi TNI AU
Motto : Abhibuti Antarikshe
Artinya : Keunggulan di udara adalah tujuan di udara
c. Pataka Komando Tempur Udara
Motto : Nitya Samakta Maawarti Sarwabaya
Artinya : Senantiasa siaga bertindak terhadap segala
ancaman bahaya
d. Pataka Komando Pertahanan Udara
Motto : Suraksita Nabhastala
Artinya : Udara yang dipertahankan dengan baik
e. Pataka Kodau I
Motto : Sonya Gati Gatra Ghuwana
Artinya : Tanpa menghitung untung – rugi, tanpa pamrih
dalam menjalankan tugas dan kewajiban
pembinaan wilayah
f. Pataka Kodau III
Motto : Wira Dharma Bhakti
Artinya : Dengan semangat dan jiwa kepahlawanan kita
tunaikan kewajiban kita terhadap negara
g. Pataka Kodau VI
Motto : Nityasa Prayatna Eka Mandala
Artinya : Senantiasa waspada untuk keutuhan wilayah/daerah
Ruang Kronologi I
1.Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukull 10.30 waktu Jawa Jaman Jepang atau pukul 10.00 WIB, Ir. Soekarno di dampingi Drs. Moch. Hatta atas nama Bangsa Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di rumahnya jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 PPKI dalam sidangnya menetapkan UUD dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
2. Tentara Keamanan Rakyat – Jawatan Penerbangan
Pada tanggal 23 Agustus 1945 diumumkan berdirinya Badan Keamanan Rakyat. Di daerah-daerah yang terdapat Pangkalan Udara , berdiri pula BKR yang berkaitan dengan tugas utama mereka, yaitu BKR Udara. Tugas utama BKR Udara yaitu bersama-sama rakyat merebut dan menguasai pangkalan udara Jepang beserta pesawat dan fasilitas lainnya. Sesuai dengan perkembangan selanjutnya dengan adanya maklumat 5 Oktober 1945, BKR ditingkatkan menjadi Tentara Keamanan Rakyat, maka BKR udara pun terkenal dengan sebutan TKR-Jawatan Penerbangan. Kegiatan yang berhasil dilaksanakan TKR-Jawatan Penerbangan yang menunjukan eksistensinya antara lain:
a. Penerbangan pertama di alam Indonesia Merdeka,
Setelah pangkalan udara Maguwo beserta pesawat dan fasilitas lainnya direbut dan dikuasai oleh BKR Yogyakarta dari tangan Jepang pada bulan Oktober 1945. Para teknisi pesawat udara putra-putra Indonesia berhasil memperbaiki dan menyiap terbangkan pesawat bersayap dua yang disebut Cureg. Pada tanggal 17 Oktober 1945 Bapak Agustinus Adisutjipto berhasil menerbangkan Cureg dengan identitas bendera merah putih di Pangkalan Maguwo. Penerbangan ini merupakan penerbangan pertama sejak Indonesia merdeka oleh penerbang putera Indonesia yang berkualifikasi sebagai penerbang karena beliau mempunyai wing penerbang yaitu: Gatot Militaire Brivet. Itulah sebabnya peristiwa tersebut merupakan tonggak sejarah penerbangan nasional yang perlu diperingati oleh segenap unsur penerbangan.
b. Sekolah penerbangan pertama di Maguwo
Keberhasilan dalam menguasai Pangkalan Udara Maguwo dan penerbangan pertama mendorong untuk melangkah lebih maju lagi. Atas prakarsa Bapak Agustinus Adisutjipto diadakannya pertemuan beberapa tokoh penerbangan dari Yogyakarta, Malang dan Surabaya pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Hasil dari pertemuan tersebut lahirlah kesepakatan bersama untuk mulai menyelenggarakan pendidikan bagi putera-puteri Indonesia. Pada tanggal 15 November pendidikan tersebut dibuka dan diikuti oleh pemuda-pemuda Indonesia. Sarana dan prasarana serba darurat, tempat pendidikannya pun memanafatkan bangunan kecil di dekat tower/menara pangkalan udara Maguwo, bahkan tidak jarang pelajaran diberikan kepada Kadet di lapangan dekat tower tersebut. Pelajaran terbang atau latihan terbang menggunakan pesawat Cureg peninggalan Jepang. Peristiwa dimulainya pendidikan penerbangan yang pertama yaitu pada tanggal 15 November diresmikan dan diperingati sebagai hari jadi Komando Pendidikan TNI AU.
c. Latihan Terjun Payung
Disamping upaya dalam bentuk penerbangan pertama, pembukaan sekolah penerbangan pertama yang didukung oleh keberhasilan para teknisi menyiapkan dan memperbaiki pesawat juga diadakan latihan terjun payung. Pada tanggal 11 Februari 1946 di pangkalan Udara Maguwo dilakukan latihan terjun payung yang pertama oleh Amir Hamjah Legino dan Pungut. Menggunakan tiga pesawat Cureg dan payung tua peninggalan Jepang. Latihan yang pertama ini berhasil dengan baik dan mereka merupakan penerjun payung pertama di Indonesia sejak Indonesia merdeka. Adapun penerbang yang membawa ketiga penerjun itu adalah Bapak A. Amitjipto, Iswahyudi, dan Makmur Suhodo.
3. Pembentukan TNI AU
a. Partisipasi TKR Jawatan Penerbangan dan Tugas Internasional (dalam operasi POPDA)
Setelah Jepang kalah perang (PD II), sebelum tentara Sekutu tiba di Indonesia, Jepang ditugasi menjaga Status Quo atas Indonesia (Hindia Belanda)
Adapun tugas tentara Sekutu nantinya di Indonesia adalah:
1) Menerima penyerahan tentara Jepang
2) Membebaskan tawanan Perang Serikat (APWI = Alied Presoners of war and Interners)
Namun ketika tentara sekutu di Indonesia telah dihadapkan pada Indonesia yang merdeka. Dalam kaitannya dengan dua tugas tentara Sekutu tersebut di atas, pada akhir November 1945 berlangsunglah perundingan antara RI (diwakili Menteri Muda Luar Negeri H. Agus Salim) dengan pihak sekutu yang diwakili oleh Kepala Staf Alied Foree Netherlands Indies (AFNEI) Brigjen I.G.A. Launder. Sebagai kelanjutan dari perundingan ini disepakati bahwa pelucutan atau pemulangan 35.00 orang tentara Jepang dan pemulangan kurang lebih 28.000 orang tawanan perang dan interniran yang pada waktu itu masih berada di wilayah kekuasaan RI diserahkan penuh kepada TKR. Dalam pelaksanaannya dibentuklah Panitya Oeroesan Pamoelangan Djepang dan APWI disingkat POPDA kemudian operasi pemulangan tersebut disebut Operasi POPDA.
Operasi POPDA berlangsung kurang lebih 17 bulan dari bulan Desember 1945 sampai dengan Mei 1947. Khusus pemulangan atau pengangkutan yang melalui udara diputuskan sebagai PU Transit adalah PU Panasan di Solo, dengan demikian TKR Jawatan Penerbangan terlihat dalam tugas tersebut antara lain tugas pengawalan yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Pangkalan Operasi POPDA dilaksanakan disamping dengan dasar pertimbangan kemanusiaan, yang penting adalah sebagai upaya mendukung jalannya diplomasi. Dengan demikian Operasi POPDA yang memanfaatkan PU Panasan sebagai PU transit dan pengawalan dari Pasukan Pertahanan Pangkalan, menunjukan bahwa TKR Jawatan Penerbangan ikut ambil bagian/berprestasi juga dalam tugas internasional. Tugas ini pula ikut memberikan mantapnya eksistensinya TRI Angkatan Udara, disamping kegiatan-kegiatan sebelumnya.
b. Penetapan TRI AU
Kegiatan-kegiatan TKR Jawatan Penerbangan seperti tersebut di muka membuktikan adanya upaya peningkatan. Dibarengi makin meningkatnya organisasi TKR maka kegiatan tersebut sebagai sumbangan nyata menuju pembinaan kekuatan nasional di udara. Sesuai perkembangan organisasi, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menjadi Tentara Keselamatan Rakyat), kemudian pada tanggal 24 Januari 1946 menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), maka TKR Jawatan Penerbangan yang telah membangkitkan kepercayaan Pemerintah menjadi TRI AU. Akhirnya berdasarkan penetapan Pemerintah No. 6/SD/ tahun 1946 tanggal 9 April tahun 1946 dinyatakan bahwa TKR Jawatan Penerbangan menajdi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI AU) selanjutnya dikenal dengan sebutan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Dalam penetapan tersebut selaku pimpinan AURI adalah sebagai berikut: Kepala Staf Koordinator Udara Suryadi Suryadarma, Wakil Kepala Staf II Koordinator Udara Sukarnen Mertodisumo dan Wakil Kepala Staf II Koordinator Muda Udara Agustinus Adi Sutjipto. Dalam perkembangan selanjutnya mulai tahun 1969 dikukuhkan sebutan TNI Angkatan Udara atau TNI AU.
4. Serangan Udara Pertama Terhadap Kota Kedudukan Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan serentak di seluruh wilayah kekuasaan RI, yang dikenal dengan Agresi I. Dalam pada itu hampir seluruh Pangkalan Udara RI menajdi sasaran, termasuk PU Maguwo yang diketahui sebagai pusat kekuatan udara RI waktu itu. Namun dmeikian serangan udara Belanda atau PU Maguwo mengalami kegagalan karena kabut tebal meliputi/menutupi PU Maguwo. Para pimpinan TNI AU telah memperhitungkan bahwa suatu saat Belanda akan melakukan serangan udaranya. Untuk itu gagasan untuk melakukan serangan udara balasan terhadap lawan telah dalam pemikiran beliau. Gagasan ini segera diwujudkan untuk mengimbangi tindakan lawan tersebut. Waktu itu Kasau Komodor S. Suryadarma bersama Perwira Operasi Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma segera merencanakan operasi udara balasan, dengan perhitungan matang para senior, akhirnya tugas mulia untuk melakukan serangan udara itu dipercayakan kepada para Kadet Penerbang.
Pada tanggal 29 Juli 1947 kurang lebih pukul 05.00 pagi tiga buah pesawat terbang TNI AU berturut-turut meninggalkan landasan PU Maguwo menuju ke sasaran. Sebuah pesawat Guntai yang dipersenjatai tiga buah senapan mesin dan 400 kg bom dengan penerbang Kadet Udara Mulyono beserta penembak udara Abdurachman melaksanakan serangan ke Semarang. Menyusul sebuah pesawat Cureng yang dibekali bom-bom bakar dengan Penerbang Kadet Sutardjo Sigit beserta penembak udara Sutardjo melakukan serangan ke kota Salatiga. Sebuah pesawat Cureng lainnya dengan persenjataan yang sama dengan penerbang Kadet Udara Suharnoko Harbani beserta penembak udara Kuput melaksanakan serangan ke kota Ambarawa.
5. Pengabdian Para Pahlawan TNI AU
Sebuah pesawat Dakota VT-CLA pada tanggal 29 Juli 1947, pukul 01.00 siang waktu setempat meninggalkan lapangan terbang Singapura dengan membawa sumbangan obat-obatan untuk Palang Merah Indonesia. Ketika mendekati PU Maguwo saat roda-roda pendarat mulai keluar, pesawat Dakota VT-CLA membuat satu kali putaran untuk persiapan mendarat, tiba-tiba muncul dua buah pesawat pemburu Kittyhawk Belanda yang melakukan tembakan dengan gencar. Dakota VT-CLA kemudian terbang ke arah selatan dalam keadaan terbakar dan jatuh ke desa Jatingarang Kelurahan Tamanan, dekat desa Ngoto Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, sebelah tenggara kota Yogyakarta.
Dari semua awak pesawat dan penumpang, hanya seorang yang selamat yaitu A.Gani Handonotjokro, korban lain yang gugur: Komodor Muda Udara Agustinus Adisudjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdurachman Saleh. Opsir Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo, Ex Wing Comamander Alexander Noel Constatine (Australia) dan istreinya Ex Squadron Leader Roy Huzelhurs (Inggris), Bhida Ram (India) dan Zaenal Arifin (Indonesia).
Peristiwa gugurnya para perintis dan tokoh TNI AU tersebut, mula-mula diresmikan dan diperingati sebagai Hari Berkabung. Namun jika direnungkan betapa semangat juang dan pengorbannanya, begitu pula peristiwa serangan udara yang belum pernah terjadi dalam satu hari tanggal 29 Juli 1947, betul-betul merupakan pengabdian, baktinya kepada negara dan bangsa, oleh karena itu sejak tahun 1962 ditetapkan menajdi Hari Bakti TNI AU dan tanggal 29 Juli diperingati secara tradisional dipusatkan di Lanud Adisutjipto.
Atas dasar keterbatasan pengetahuan awam akan ketetapan nama lokasi peristiwa gugurnya pahwalan udara tersebut, maka monumen yang didirikan untuk memperingati peristiwa tersebut terkenal dengan nama Monumen Ngoto atau Tugu Ngoto.
6. Semangat Tekad Bangsa Indonesia Untuk Mewujudkan Pesawat Terbang Sendiri
Ketika Suryadi Suryadarma mendapat kepercayaan untuk memimpin TKR Jawatan Penerbangan, menyandang tugas untuk membentuk kekuatan udara Nasional. Situasi dan kondisi geografi Indonesia serta dikuatkan oleh suasana perang kemerdekaan yang berkecamuk, makin disadari pentingnya sarana perhubungan udara dengan kata lain perlu akan pesawat terbang, baik untuk kepentingan kelancaran pemerintahan, perekonomian maupun pertahanan dan keamanan. Dalam jabatan lebih lanjut disimpulkan bahwa pembangunan kekuatan udara Nasional tidak cukup dengan Angkatan Udara saja, melainkan perlu adanya penerbangan sipil dan Industri Pesawat Terbang. Untuk mewujudkan pesawat terbang tersebut sejak TKR Jawatan Penerbangan ditetapkan sebagai TRI AU dibidang organisasi dibentuklah Biro Rencana dan Konstruksi yang berkedudukan di Maospati. Melaui bagian ini bangsa Indonesia dalam hal ini TRI AU berhasil mewujudkan pesawat buatan sendiri, yaitu pesawat layang jenis Zogling (NWG-1) selanjutnya berhasil pula diciptakan / dibuat pesawat terbang bermesin pertama yang kita kenal dengan registrasi pesawat WEL-1/RI-X
7. Replika Pesawat WEL RI-X
Type : Pesawat terbang ringan bermotor tunggal dengan tempat duduk tunggal dan sayap atas
Motor : Harley Davidson 2 dilinder model tahun 1928, 15 daya kuda
Ukuran : Panjang sayap 9,00 m, panjang badan 5,05 m, tinggi 2,40 m dan berat kosong 263 kg
Pesawat terbang bermotor, WEL-1/RI/X (Wiweko Experimental Light Plane) merupakan pesawat bermotor hasil produk pertama bangsa Indonesia, yang dirancang dan dibuat dalam waktu 5 bulan pada tahun 1948. Pembuatan dilakukan oleh Biro Rencana dan Konstruksi Markas Tertinggi AURI Seksi Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang di Magetan dibawah pimpinan Opsir Udara III (Kapten) Wiweko Supono. Diabadikan di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala tahun 1980. Tekad bangsa Indonesia dalam pengembangan ini merupakan titik tolak menuju industri pesawat terbang. Untuk menyatakan kebenaran hal ini maka dengan dasar desain WEL-1?RI/X terebut dibuat lagi Replikasinya pada tahun 1980 dan diterbangkan dari PU Iswahyudi – SMO – Lanud Adisutjipto kemudian dimuseumkan.
8. Operasi Penumpasan PKI Muso/Madiun
Ketika pemberontakan PKI / Muso meletus di Madiun pada tanggal 18 September 1948, maka TNI AU mengadakan operasi udara dalam upaya untuk mempersempit dan selanjutnya meniadakan pengaruh kekuasaan pemberontak. Operasi-operasi udara tersebut diantaranya berupa pengintaian udara, penembakan, penyebaran pamlet, pendropan makanan dan obat-obatan bagi pasukan TNI/ABRI yang setia kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Daerah kegiatan ini meliputi Madiun, Cepu, Purwodadi dan sekitarnya. Bahkan beberapa Perwira TNI/ABRI, setelah menghadiri rapat di Yogyakarta, diterjunkan dengan parasut di Trenggalek untuk bergabung dengan induk pasukan.
9. Operasi Lintas Udara
a. Sesuai dengan prinsip pengabdian Angkatan Udara, untuk meningkatkan kewaspadaan, KASAU secara positif menanggapi permohonan Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor pada bulan Juli 1947 agar AURI menerjunkan pasukan payung di Kalimantan. Langkah nyata yang dilakukan adalah pada awal Agustus 1947 di Asrama Padasan sebelah Tenggara PU Maguwo telah berkumpul pemuda-pemuda dari Kalimantan (Pasukan Cilik Riwut) sedang dilatih sebagai paratroop (pasukan payung) oleh LMU Sangkala. Pelajran hanya diberikan secara teoritis dan latihan di tanah.
Pada tanggal 16 Oktober 1947 pukul 23.50 menjelang tengah malam 14 pasukan para di bawah pimpinan Kapten Udara Hari telah siap di samping pesawat Carteran kita yaitu C-47/Skytrain dengan regristasi RI-002 Tanggal 17 Oktober 1947 pukul 01.30 malam pesawat siap, semua pasukan menerima perintah dari KASAU dan dijabat tangannya satu persatu untuk menjalankan tugas dengan selamat. Akhirnya kurang lebih pukul 02.30 pesawat bertolak dengan pilot Bob Freeberg dan Copilot Makmur Suhobo. Pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 07.00 pesawat telah melayang di atas lokasi yang ditentukannya yaitu selatan kota Waringin Kalimantan Tengah dan pasukan segera diterjunkan Pasukan membawa alat pemancar (Z/O) yang besar danmotor dengan bahan bakar cukup untuk 1 tahun di Kalimantan Tengah.
Tugas pasukan tersebut antara lain membuka stasiun udara untuk membuka hubungan dengan Yogyakarta, membuat droping zone sebagai persiapan penerjunan selanjutnya, membantu perjuangan rakyat dengan membentuk dan menyusun gerilyawan-gerilyawan.
Pasukan ini disergap oleh pasukan Belanda, mereka bertahan selama satu bulan, meskipun tiga diantaranya telah gugur pada awal kontak senjata dengan Belanda.
Ke-14 pasukan tersebut antara lain:
1. OMO II Amir Hamzah (Jamping Master)
2. Tjilik Riwut-Petunjuk daerah penerjunan
3. Kapten Udara Hary Hadisumantri
4. L.U.H Iskandar
5. SMU Achmad Kosasih
Sedangkan yang lainnya terdiri dari putera-putera Kalimantan yang berada di Yogyakarta. Demikian operasi penerjunan pasukan payung dilaksanakan, sekaligus merupakan suatu operasi lintas udara pertama bagi Angkatan Bersenjata RI. Dan selanjutnya tanggal 17 Oktober merupakan Hari Paskhas yang diperingati tiap tahunnya.
b. Tugas lain pesawat Dakota RI-002
RI-002 adalah regristasi pesawat C-47 Skytrain milik seorang penerbang veteran Amerika Serikat yang dicarter oleh RI untuk tugas penerobosan blokade udara Belanda dan penerobosan ke luar Negeri. Pesawat tiba di Maguwo tanggal 6 Juni 1947. Namun penerbangannya salah arah, sehingga melakukan pendaratan darurat di Cikalong, pantai selatan Tasikmalaya, karena roda-roda masuk ke dalam pasir. Untuk itu harus diatasi dengan membuat anyaman bambu sebagai landasan. Misi ke luar Negeri ini antara lain: membawa muatan bubuk kina dan panili ke Manila, membawa delegasi RI untuk menghadiri Konferensi ACAFE Baguio, Manila, membawa para pejabat dan 20 Kadet penerbang yang akan belajar ke India. Di dalam Negeri antara lain: Operasi Penerjun Pasukan Payung di Kalimantan, penerjun anggota AURI di Bukitinggi, mengangkut sejumlah pegawai pemerintah ke Jambi dan rombongan Presiden RI keliling Sumatera dalam rangka konsolidasi dan menggalakan Fonds Dakoda. Tanggal 1 Oktober 1948 dalam rangka penerbangan ke luar negeri RI-002 mendapat kecelakaan antara Tanjung Karang Bengkulu. Runtuhnya diketemukan pada tanggal 14 April 1978 di Bukit Punggur, Kecamatan Kasui, Kabupaten Kota Bumi, Propinsi Lampung.
10. Kepahlawanan Dalam Mempertahankan PU Maguwo
Agresi Militer II Belanda yang dilancarkan tanggal 19 Desember 1948, diawali dengan serangan udaranya terhadap PU Maguwo dengan menerjunkan Paratroop yang terdiri dari pasukan Baret Hijau. Serangan awal ini dimaksudkan sebagai pancangan untuk menyerang Ibukota RI yaitu Yogyakarta.
Pada saat itu Kadet Udara Kasmiran bertugas sebagai Perwira Piket, bersama seluruh pasukan yang bertugas jaga Pangkalan Udara Maguwo. Meskipun penerjunan pasukan para Belanda tersebut diawali dengan penerjunan pasukan kamuflase, namun Kadet Kasmiran telah tanggap apa yang akan terjadi atas PU Maguwo wakt itu, apalagi sesudah pasukan para yang sesungguhnya telah mulai menembak secara gencar. Kadet Udara Kasmiran berupaya semaksimal mungkin mempertahankan PU Maguwo, namun kekuatan sangat tidak seimbang, akhirnya Kadet Kasmiran gugur bersama pasukaannya kurang lebih 50 orang. Periwtiwa kepahlawanan mempertahankan PU Maguwo ini diabadikan dalam bentuk Monumen Bakti Prajurit yang diresmikan oleh KASAU Marsekal TNI Utomo pada tanggal 19 Desember 1989.
11. Pasukan Garuda Mulya
Dengan dilancarkannya Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948 hampir seluruh Pangkalan Udara jatuh ke tangan Belanda. Anggota Pangkalan Udara Penasan segera mengatur taktik gerilya di daerah Kecamatan Jumantoro dan Gayamdompo serta melakukan serangan terhadap kedudukan Belanda di Karangpandan, Karanganyar dan Pabrik Gula Tasikmadu. Pasukan ini terkenal sebagai Pasukan Garuda Mulya yang tergabung dalam Pasukan Panembahan Senopati 105.
12. Stasiun PHB AURI PC-2 di Playen Gunungkidul
Dalam rangka perjuangan mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan, Strasiun Radio AURI PC-2 di desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil menyiarkan berita-berita perjuangan menghadapi Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948. Berita ini antara lain Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto atas kedudukan militer Belanda di Yogyakarta selama 6 jam. Dari stasiun radio AURI di Jawa dan Sumatera, khususnya Stasiun PDRI, bahkan diterima oleh Stasiun AURI pada Indonesi Airways di Rangoon (Birma). Melalui perwakilan RI di Birma dan India diteruskan ke Perewakilan RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Dalam rangka pelertarian nilai-nilai juang terpetik dari peranan Stasiun radio AURI PC-2 tersebut dibangunlah Monumen Radio AURI PC-2 di Banaran oleh Yayasan 19 Desember 1948 yang diprakarsai dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal 10 Juli 1984.
13. Indonesia Airways
Dalam rangka upaya memperlancar tugas perjuangan khususnya perhubungan jarak jauh dengan daerah luar Pulau Jawa sangat dibutuhkan adanya pesawat terbang. Untuk itu pada awal Juni 1948 dengan membawa pesawat model C-47 Dakota, Presiden Soekarno mengadakan keliling Sumatera untuk mendapatkan Fonds Dakota. Hasil dari perjalanan ini terkumpul sejumlah dana dari rakyat Aceh yang cukup digunakan untuk membeli pesawat Dakota C-47. Pesawat tersebut diberi nomor registrasi RI-001 dengan nama sebuah gunung di Aceh “Sulawah”. Di dalam negeri selain dipergunakan untuk mengangkut Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ke Sumatera, mengangkut para Kadet ALRI dari Bukittinggi ke Aceh dan juga mengadakan pemotretan gunung berapi.
Pada tanggal 7 Desember 1948 pesawat RI-001 / Seulawah mendarat di Calcuta India dalam rangka menjalani perbaikan menyeluruh/over haul. Agresi Militer Belanda II sementara hubungan dengan Tanah Air terputus dan menemukan jalan pulang.
Pada tanggal 26 Januari 1949 atas ijin Pemerintah Burma RI-001/Seulawah diterbangkan ke Rangoon Burma diserta Opsir Udara III Wiweko Soepono dengan harapan akan berhasilnya upaya penyelenggaraan penerbangan niaga. Atas bantuan Sdr. Maryumi OU III Wiweko Soepomo berhasil mendirikan satu badan hukum penerbangan niaga dengan nama Indonesia Airways, yang beroperasi di Burma. Dalam perkembangannya Indonesia Airways berhsil menambah armadanya dengan 2 pesawat Dakota beregistrasi RI-007 dan RI-009.
Adapun keuntungannya di samping dipergunakan untuk membiayai Kadet-kadet Indonesia yang belajar di India dan Philipina, juga untuk membantu perjuangan kemerdekaan RI dengan menerobos blokade udara Belanda dan mendrop senjata, amunisi dan peralatan radio, untuk perjuangan RI di Aceh.
Sebagai penghargaan kepada Pemerintah Burma, pada tanggal 31 Oktober 1950 Pesawat RI-007 diserahkan kepada Pemerintah Burma. Sedangkan momentum dimulainya Indonesia Airways beroperasi yaitu 26 Januari 1949 diresmikan sebagai hari jadi Garuda Indonesia Airways (GIA).
14. Perintis Perindustrian Pesawat Terbang di Indonesia
Pada tahun 1946 Markas Tertinggi TRI Angkatan Udara meresmikan Biro Rencana dan Konstruksi yang berkedudukan di Lanud Maospati (Madiun) yang dipimpin oleh Opsir Udara Wiweko Soepomo. Meskipun dengan segala keterbatasan, ditambah lagi dengan berbagai kesulitan di segala bidang dan ancaman agresi Kolonial Belanda, namun dengan jiwa semangat dan tekad para pejuang teknisi Seksi Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang yang dipelopori oleh Opsir Udara III Wiweko Soepomo dan Opsir Muda Udara I Nurtanio berhasil mewujudkan beberpa prestasi dalam merintis pembuatan pesawat terbang. Diantaranya diawali dengan pembuatan kurang lebih 6 buah pesawat Glider NWG (Nurtanio Wiweko Glider) untuk latihan para calon Kadet Penerbang, modifikasi pesawat pembom Guntai menjadi pesawat angkut, modifikasi pesawat Sakai Blenheim (mesin: Sakai Nakajima dan body: Bristol Blenheim) menjadi pesawat pemotretan dan membuat pesawat terbang jenis olah raga RI-X/WEL I (Wiweko Esperimental Lighplane).
Setelah pengakuan Kedaulatan Negara Republik Indonesia 27 Desember 1949, maka instansi yang menangani kegiatan pembuatan pesawat terbang di lingkungan TNI-AU mengalami beberapa perubahan dan peningkatan secara kronologi sebagai berikut:
a. Depo Penyelidikan Pesawat Pembuatan Pesawat Terbang (1950).
b. Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (1961) dan
c. Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur) (1966).
Selama tahun 1950-1976 telah dihasilkan beberapa jenis pesawat antara lain: NU-200 Si Kumbang, Belalang 85, NU-25 Kunang, Belalang-90, Girokopter Kolintang, Super Kunang-40, Kumbang-26, PXL-104, Gelatik, Kinjeng, 150 Hovercraff, , Mayang, LT-200, Nefoo Flight (VIP) dan Glinder G-012. Kemudian pada tahun 1976 Lipnur ditingkatkan dan diresmikan oleh Bapak Presiden Soekarno menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan akhirnya pada tahun 1986 diubah lagi namanya menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara. Dengan nama Nusantara ini diharapkan adanya prospek yang lebih luas selaras dengan tujuan dan jangkauan hasil produksi industri pesawat terbang sebagai suatu sarana perhubungan yang bertaraf internasional. Sejak 1976 IPTN telah mneghasilkan beberapa jenis pesawat terbang antara lain: NC-212 Casa, N Bell-142, NSA 33 Puma, NBO-105 Bolkow, NSA 332 Super Puma dan CN-235 Tetuka, CN-250 Gatotkaca.
15. Perintis Jawatan Kesehatan TNI AU
a. Opsir Udara I Doktor Esnawan
b. Laksamana Muda Udara Dokter Suhardi Hardjolukito
c. Laksamana Muda Udara Dokter salamun
Ruang Kronologi II
1. Pendidikan Kadet-kadet AURI di Dalam dan di Luar Negeri
a. Sekolah Penerbangan Lanjut di andir dan Kalijati
Dalam rangka pembinaan kekuatan udara untuk mengamankan wilayah RI dibutuhkan Sekolah Penerbangan Lanjutan (SPL) di Pangkalan Udara Andir (Bandung). Untuk pertama kalinya SLP menyelenggarakan Advance Training dengan pesawat T-6G dan AT-16 Harvard bagi penerbang-penerbang eks Sekbang Maguwo dan India. Angkatan ke I SPL Primary Training dengan pesawat T-6/AT-16. Angkatan ke III SPL adalah kelas terakhir yang di selenggarakan di Andir (Husein Sastranegara), karena tahun 1953 SPL di pindahkan ke Pangkalan Udara Kalijati yang menghasilkan empat angkatan. Atas pertimbangan historis SPL dipindahkan ke Lanud Adisutjipto tahun 1959.
b. Pengiriman Kadet-kadet ke Luar Negeri
Selain pendidikan SPL di dalam negeri, maka pada tahun 1950 dikirimkan pula 60 Kadet untuk mengikuti pendidikan penerbangan pada Taloa Academy of Aeronautics di Dakland California. Menjelang akhir tahun 1951 pendidikan telah selesai dan para Kadet kembali ke Indonesia.
2. Pembentukan Skadron TNI AU Tahun 1950
Setelah pengakuan kedaulatan AURI mulai mendapat sejumlah alut sista udara beserta sarana dan fasilitas pendukungnya berupa Pangkalan Udara beserta sarana pelayanannya, sejumlah pesawat udara, fasilitas pemeliharaan dan sebagainya. Dengan adanya tambahan sejumlah pesawat yang dimiliki maka AURI sejak awal 1950 mulai menyusun kekuatan pesawat dalam Skadron Udaranya yaitu:
a. Skadron 1 (Pembom) pesawat B-25/Mitehell di Halim Perdana Kusuma
b. Skadron 2 (Angkut) pesawat C-47/Dakota di Halim Perdana Kusuma
c. Skadron 3 (Tempur) pesawat P-51/Mustang di Halim Perdana Kusuma
d. Skadron 4 (Lantai Darat) pesawat asteur di Bogor
e. Skadron 5 (Lantai Laut) pesawat PBY-5A/Catalina di Halim Perdana Kusuma
f. Skadron 6 (Latih) pesawat L-4/Pipper Cup di Husein Sastronegara
3. Operasi Penumpasan Pemberontakan DI/TII
Sebagai salah satu unsur APRIS, AU saat ini telah aktif mengambil bagian dalam gerakan-gerakan iliter (GOM), baik secara gabungan maupun tersendiri. Dalam Operasi Penumpasan DI/TII, AU mengerahkan Satuan Pertahanan Udara dengan menyiapkan Pesawat-pesawat Tempur khususnya jenis pancargas dari skadron XI.
Sedangkan operasi gabungan dilakukan dengan memberikan bantuan seperti;
a. Pengintai udara dengan Pesawat Cessna 180 dan Pembom B-25 / Mitehel.
b. Penembakan / pembom dengan menggunakan Pesawat Buru Sergap P-51 / Mustang, Pembom B-25 Mitchell dan AT-16 Harvard.
c. Pengangkutan udara dengan pesawat C-47 Dakota.
Daerah-daerah operasi adalah sebelah selatan pegunungan Tangkuban Perahu yang dijadikan markas pertahanan DI/TII Kartosuwiryo. Pangkalan Udara yang mendukung operasi tersebut adalah PAU Husein Sastranegara (Bandung), PAU Semplak (Bogor), PAU Kalijati (Subang), Cibeureum (Tasikmalaya) dan Tegal.
4. Operasi Penumpasan PRRI di Sumatera
Sebagai akibat sistem Demokrasi Liberal yang dilaksanakan Indonesia, maka timbullah anarki yang dapat di lihat dengan lahirnya dewan-dewan yang bersifat kedaerahan dan sparatisme. Puncak gerakan-gerakan ini adalah terbentuknya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tanggal 15 Februari 1958.
Untuk menyelamatkan RI dari bahaya disintegrasi bangsa pemerintah RI bertindak tegas dengan melakukan operasi-operasi gabungan TNI AL dan AU antara lain:
a. Operasi Tegas untuk pembebasan Riau Daratan
b. Operasi Sapta Marga untuk pembebasan Medan
c. Operasi Sudar di Sumatera Selatan
d. Operasi 17 Agustus untuk merebut kota Padang sebagai pusat PRRI.
Dalam operasi gabungan ini TNI AU melakukan tugas mengintai udara penyebaran pamflet, pemboman / penembakan, penerjunan pasukan, SAR, dan pengangkutan udara. Pesawat-pesawat yang digunakan ialah C-47, P-51, B-25, PBY-5A, AT-16, dan Grumman Albatros.
5. Operasi Penumpasan Permesta di Sulawesi dan Bagian Timur Lainnya di Indonesia
Pada masa pemberontakan Permesta tahun 1958 kawasan Indoensia bagian tinur terganggu ketenangannya. Pesawat-pesawat terbang pemberontak khususnya pesawat B-26 Invander yang diterbangkan oleh Allan Lawrence pope, seorang warga Amerika melakukan penembakan di berbagai tempat antara lain PAU Marotai, beberapa tempat penting milik TNI AU dan iring-iringan kapal TNI AL.
Pada tanggal 18 Mei 1958 Kapten Udara Penerbangan Ignatius Dewanto berangkat dari Pangkalan Udara Liang dengan Pesawat P-51 mengadakan pengejaran terhadap B-26 Allan. Pesawat tersebut berhasil ditemukan di atas perairan sebelah barat Pulau Ambon yang pada saat itu sedang melakukan serangan terhadap iring-iringan ALRI. Dalam pengejaran tersebut Kapten I Dewanto berhasil menembak pesawat B-25 Allan Laurence Pope dengan Roket yang mengakibatkan terbakar dan jatuh di perairan sebelah barat Pulau Ambon.
6. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Untuk melaksanakan operasi militer dalam rangka Trikora, presiden/Pangti ABRI / Apngsar Koti Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Komando Mandala sebagai Komando gabungan pimpinan Komando Mandala;
Panglima : Mayjen Soeharto
Wapang I : Komodor Laut Subono
Wapang II : Komodor Udara L.W.J. Wattimena
Kepala Staf : Kolonel A. Tahir
Komando Mandala menyusun dan menntukan penempatan pasukan-pasukan dari AD Mandala, AL Mandala, AU Mandala sendiri menyiapkan Pangkalan Udara Morotal Letfuan dan Pattimura sebagai pangkalan depan Pangkalan Udara Kendari Gorontalo dan Kupang sebagai pangkalan belakang. Disamping itu disiagakan pula kekuatan laut sista udaraTNI AU yakni TU-16, TU-16KS, IL-28, B-25, B-26, P-51, UF-2 Albatros, PBY-54, C-47, C-13 B Hercules, PGT dan beberapa pesawat Wing Garuda.
Sebagai operasi terakhir dilaksanakan Operasi Wisnumurti untuk menghadapi penyerahan Irian Barat tenggal 1 Mei 1963.
7. Dwi Komado Rakyat (Dwikora)
Gagasan pembentkan Federasi Malaysia ditentang oleh Filipina dan Indonesia sehingga kedua negara tersebut memutuskan hubungan diplomatiknya. Konfrontasi politik memuncak dengan dicetuskannya Dwi Komando Rakyat oleh Presiden / Pangti ABRI / Pemimpin Besar Revolusi pada tanggal 3 Maret 1964.
Selanjutnya dibentuklah Komando Mandala Siaga. Kegiatan operasi udara TNI AU selain mengadakan penerbangan patroli sepanjang daerah perbatasan Kalimantan Utara dan Malaysia, juga pengangkutan dan droping satuan-satuan sukarelawan beserta perlengkapan-perlengkapannya ke daerah perbatasan.
Setelah itu, Pemerintah RI mulai mengambil langkah-langkah mengadakan normalisasi hubungan dengan Malaysia tanggal 27 Mei 1966 suatu misi ABRI dikirim ke Kuala Lumpur yang membawa pesan Jenderal Soeharto untuk mengadakan penghentian konfrontasi. Misi ini kemudian disusul dengan perundingan antara Menlu Indonesia Adam Malik dan Menlu malaysia Tun Abdul Razak di Bankok.
Akhirnya, tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta ditandatangani persetujuan normalisasi hubungan antara Indonesia dengan Malaysia yang disebut dengan “Jakarta Accord”.
8. Operasi Non Militer TNI AU
a. Operasi Pepera di Irian Barat
Dalam KMB di Den Haag pada tanggal 25 Agustus 1949, Belanda mendesak keinginannya untuk menduduki Irian Barat. Akibatnya timbulah “Sengketa Irian Barat” antara Indonesia dan Belanda. Setelah melalui perjuangan diplomasi dan fisik yang terkenal dengan Trikora, akhirnya tercapailah keputusan Forum PBB yang melahirkan “New York Agreement” dengan “Act of Free Choice (Pepera) sebagai penyelesaiannya.
Untuk membantu kelancaran pepera, maka TNI AU membentk satuan tugas khusus yaitu Satgasud dengan Komandan Kolonel Udara Suyoto. Satgasud Pepera bertugas menyelenggarakan dan mengkoordinasikan semua bantuan AU dengan mengerahkan pesawat-pesawat militer TNI AU dan dari penerbangan non militer seperti Merpati Nusantara, Zamrud, Pertamina, MAF serta AMA. Kegiatan penerbangan pesawat TNI AU selama berlangsungnya Pepera sebanyak 259 sorties, 579,59 jam terbang, mengangkut 311,426 kg barang dan 1.896 penumpang termasuk 694 anggota Dewan Musyawarah Pepera.
b. Operasi Bakti
TNI AU sebagai unsur ABRI disamping sebagai kekuatan Hankam juga sebagai Kekuatan Sospol. Sebagai kekuatan Sospol TNI AU ikut serta dalam kegiatan ABRI Masuk Desa, membantu angkutan yang berupa bahan makanan, pakaian, obat-obatan, bahan bangunan dan lain-lain bagi korban akibat musibah bencana alam (banjir, gempa bumi, gunung meletus dan lain-lain), baik di dalam negeri maupun ke luar negeri (Pakistan, Australia, Banglades, Armenia dan lain-lain). Selain itu jug apesawat TNI AU dikerahkan untuk membantu angkutan Jemaah Haji, Transmigrasi, Kontingen PON dan Sea Games.
Ruang Diorama
1. Serangan Udara Pertama dan Penembakan VT-CLA
Inilah penggambaran dari serangan misi perdamaian dunia di Vietnam, maka sejak 28 Januari 1973 TNI AU mengerahkan 9 buah pesawat terbang C-30 B Hercules yang mengangkut kontingen indonesia Garuda IV, Garuda V, Garuda VII dan kontingen penggantinya. Selain itu juga mengikutsertakan sejumlah perwira TNI AU dalam setiap kontingen baik yang bertugas Head Quarter (HQ) maupun Team.
Sampai berakhirnya tugas kontingen TNI AU telah mengangkut 2.029 personil dan 139 ton barang dengan 25.735 jam terbang.
2. Peristiwa 19 Desember 1948
Pada tanggal 19 Desember 1948 terjadi pertempuran yang heroik di pangkalan udara Maguwo. Pasukan kerajaan Belanda yang terdiri dari sejumlah pesawat tempur, pasukan komando dan korp pasukan khusus menyerang, merebut dan menguasai pangkalan udara Maguwo Yogyakarta. Angkatan udara Belanda mengerahkan:
- 9 buah pesawat tempur P-40 Kitty Hawk
- 5 buah pesawat tempur P-51 Mustang
- 17 buah pesawat angkut C-47 Dakota
prajurit AURI di bawah pimpinan Kadet Kasmiran melawan pasukan Belanda. Dalam peristiwa ini seluruh pasukan pertahanan pangkalan kurang lebih 70 orang gugur.
5. Operasi Jaya Wijaya dalam Rangka Trikora 19 Desember 1961
19 Desember 1961 presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno mencanangkan operasi pembelian Irian barat yang dikenal dengan nama “Tri Komando Rakyat” kemudian tanggal 2 januari 1962 di bentuk komando pembebasan Irian Barat.
6. Ruang Diorama Palapa
Ruang Sistem Komunikasi satelit Domestik (SKSD) Palapa diresmikan oleh Bapak Menparpostel A. Tahir padatanggal 27 September 1986. diorama SKSD palapa ini terdiri dari 5 buah Vitrine berukuran 1,5 m x 3 m x 3,5 m. Sebuah Vitrine tersebut sebagai ruang antarisksa berbentuk ½ lingkaran bergaris tengah 6 meter. Diorama tersebut disusun berdasarkan urutan kronologis peristiwa-peristiwa penggunaan Satelit Palapa yang bersejarah. Setiap Vitrine merupakan Diorama dan dibuat dari bahan fiberglass yang dillukis sesuai dengan remanya. Di tenagh ruangan terletak prasasti berupa tanda peresmian dan prasasti Sumpah Mahapatih Gadjah Mada.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan hasil observasi ini, dapat kami simpulkan yaitu:
- Museum adalah suatu tempat menyimpan benda-benda yang bernilai sejarah agar tidak hilang dan rusak sehingga dapat dinikmati berbagai generasi, itu diharapkan mereka dapat mengetahui sejarah dan dapat menghargai hasil yang telah dicapai generasi terdahulu sehingga mereka dapat mengambil hikmah dan sejarah itu sendiri,
- Museum berfungsi menyimpan benda-benda yang bernilai sejarah yang patut mendapat perhatian umum. Selain itu museum merupakan sarana yang efektif untuk mewariskan nilai-nilai luhur perjuangan,
- Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala secara visual menggambarkan perjuangan Bangsa Indonesia, khususnya TNI AU dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
Langganan:
Postingan (Atom)